Realitas Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
Berikut
secara singkat akan disebutkan beberapa jenis pencemaran dan pengrusakan
lingkungan hidup yang dilakukan oleh manusia yang katanya memiliki akal budi
dan hati nurani.
1. Pencemaran
dan perusakan tanah (tanah diracuni oleh pestisida, minyak bekas, dan semua jenis
limbah pabrik yang dibuang sembarangan, tanah menjadi kritis dan tidak subur
karena erosi yang disebabkan oleh penggundulan hutan).
2. Pembabatan
dan perusakan hutan (banyak pepohonan dan tanaman digusur demi perluasan lahan
pertanian, kota, pabrik, tempat rekreasi (lapangan golf), dan jalan secara
tidak bertanggung jawab, banyak hutan ditebang untuk perusahaan kertas, kayu lapis,
bangunan, dsb)
3. Pemusnahan
fauna (banyak jenis hewan dan satwa mulai berkurang karena nafsu manusia untuk
berburu, banyak jenis binatang terancam punah, karena diburu untuk diambil
bulunya, kulitnya, tanduknya, gadingnya, keindahan bentuk dan bunyinya (hobi)).
4. Pencemaran
air dan laut (air minum dicemari bahan kimia yang beracun dan deterjen dari
rumah tangga, bengkel, pabrik, pestisida pertanian, air laut dikotori oleh
minyak dan bahan kimiawi yang dibawa oleh sungai dari kota-kota raksasa, daerah
industry dan kapal-kapal.
5. Pencemaran udara (udara dicemari oleh asap beracun dari mobil dan corong pabrik, udara menjadi berbau busuk karena timbunan sampah dan pembuangan kotoran serta air limbah pabrik).
![]() |
Sumber: https://www.marj3.com |
1. Manusia
adalah penyebab utama pencemaran dan perusakan lingkungan. Manusia yang
serakah, yang memburu keuntungannya sendiri. Manusia yang memboroskan sumber alam,
karena merasa diri sebagai tuan atas lingkungan sekitarnya.Manusia yang tidak
mau bertanggung jawab untuk makhluk lain dan generasi yang akan datang.
2. Kepadatan
penduduk dan kemiskinan dapat mendorong orang mengeksploitasi sumber alam untuk
mempertahankan hidup mereka. Di mana ada kepadatan penduduk, apalagi kalau
penduduknya miskin, maka dapat terjadi pencemaran lingkungan dan pemanfaatan
sumber alam sekitar yang sering tidak bertanggung jawab.
3. Pandangan yang keliru tentang pembangunan, kesejahteraan, dan hidup modern. Pembangunan identik dengan gedunggedung pencakar langit, jalan-jalan lebar, beton-beton yang masif, pabrik-pabrik, dsb. Keutuhan ekologi dan hidup yang tenteram dan ramah lingkungan tidak masuk dalam kategori kesejahteraan dan modernitas. Nilai keunikan lingkungan, kesejarahan, arsitektur tua, dan arkeologi dikorbankan begitu saja demi alasan ekonomis dan pembangunan. Desa, kota, dan daerah semakin kehilangan identitas. Semua menjadi modern, tetapi tanpa wajah.
Akibat
dari Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
1. Pencemaran
Tanah. Dewasa ini tampaknya proses selama jutaan tahun untuk membentuk
tanah yang subur menjadi tidak ada artinya sama sekali bagi manusia di banyak
tempat. Berpuluh-puluh hektar tanah subur berubah kembali menjadi batu-batuan
yang mati oleh ulah manusia hanya dalam waktu beberapa tahun saja. Tanah itu
bukan benda mati. Tanah mempunyai kehidupan dan memberi kehidupan kepada semua
makhluk di bumi ini (flora, fauna, dan manusia). Kesuburan tanah dapat merosot
jika tanah itu tidak dikelola dengan baik. Tanah yang tidak dikelola dengan
baik akan merana dan mati. jika tanah telah menjadi kritis dan mati, maka
segala tumbuhan akan meranggas, ternak dan manusia akan kekurangan gizi dan
merana. Banyak negera di bumi ini telah menjadi padang maut karena tanahnya
secara pelanpelan mulai merana bahkan mati. Mungkin dalam keadaan macam itu
baru kita sadari apa arti dan makna tanah bagi kita. Kehidupan kita dalam
banyak aspek sangat bergantung pada tanah. Jika kesuburan tanah mulai merosot
atau sudah terlalu jenuh dengan zat-zat kimia dari pupuk buatan, maka semua kehidupan
di atas tanah akan terpengaruh, termasuk kehidupan manusia sebagai konsumen
terakhir.
2. Akibat
dari Ditebangnya Jalur Hijau (Flora). Para ahli tumbuh-tumbuhan dunia
mengatakan bahwa jalur hijau (flora) bukanlah benda mati yang kasar seperti
yang sering kita bayangkan. Jalur hijau memiliki semacam “saraf” dan
“perasaan”. Ia dapat bereaksi “mendengarkan” musik, misalnya. Ada jenis musik
yang membuat dia tumbuh subur dan yang lainnya tidak. Perawatan jalur hijau
yang penuh kasih sayang membuat dia “senang” dan berkembang. Perlakuan kita
tehadap jalur hijau yang kasar dapat membuat dia meradang dan merana. Karena
penebangan hutan yang tak bertanggung jawab, sekarang kita menyaksikan:
a. Di
banyak daerah di mana hutannya ditebang, maka banyak mata air mulai mengering
dan debit air menurun.
b. Di
daerah yang hutannya sudah lama lenyap, maka tanahnya mulai kering dan gersang,
sebab gampang terjadi erosi. Tanah-tanah subur mudah tergusur oleh air hujan.
c. Di
daerah yang hutannya sudah lenyap, maka lenyap pula berbagai jenis satwa, sebab
mereka kehilangan “rumah” dan tempat tinggal.
d. Di
daerah-daerah yang gundul (hutannya lenyap), maka suhu udaranya menjadi lebih
tinggi dan curah hujan cenderung berkurang.
Akibat
Perburuan dan Pembunuhan Binatang dan Margasatwa
Manusia adalah pembunuh hewan berdarah dingin. Jika manusia membunuh hewan untuk dimakan, hal itu dapat dimengerti. Namun, hewan sering dibunuh hanya untuk hobi dan untuk konsumsi manusia berselera tinggi.. Banyak daerah yang dahulu ramai dengan siul burung sekarang menjadi sepi, karena menjadi sasaran senapan angin dan senapan sungguhan. Banyak margasatwa yang terancam punah. Beberapa waktu lalu dikabarkan bahwa “Harimau Bali” yang tubuhya paling mungil dari tujuh ras harimau loreng telah musnah. Ia sudah menjadi bagian dari masa lalu yang hanya tinggal dalam ingatan para ahli. Kita sendiri tak pernah akan melihatnya lagi. Beberapa jenis fauna telah punah dari muka bumi ini dan tidak pernah akan kembali lagi. Tuhan pun mungkin tidak akan menciptakannya lagi untuk kedua kalinya.
Akibat
Pencemaran Air dan Udara
Kita harus menyadari bahwa pencemaran dan perusakan lingkungan akan merupakan bumerang bagi kita. Kita sudah mulai mengalami akibat dari perusakan alam lingkungan kita. Bencana banjir, tanah longsor, musim yang tidak menentu, kemarau panjang, berbagai penyakit aneh mulai mewabah. Itulah tanda bahwa alam lingkungan kita mulai berontak.
Pencerahan
dari Kirab Suci (Kej: 1:1-7.21-24)
Kita pernah mendengar atau membaca tentang dosa pertama yang diceritakan dalam Kitab Suci (Kej 3). Cerita itu bukanlah suatu laporan tentang suatu kejadian di masa lampau, tetapi lebih merupakan suatu cerita simbolik, suatu cerita kiasan yang ingin menunjukkan kepada kita bahwa manusia lebih suka mengikuti jalan pikiran dan seleranya sendiri.
Secara kiasan Kitab Suci menceritakan bagaimana Tuhan memberikan kepada manusia pertama (Adam dan Hawa) suatu taman, suatu kebun, yang indah dan subur. Tuhan memberikan semuanya, namun Tuhan berpesan supaya pohon yang tumbuh di tengah kebun itu tidak diganggu gugat. Sebenarnya ini suatu “perintah” yang tidak berat. Namun, Adam dan Hawa telah menentang perintah Tuhan itu. Ia memilih pikiran dan kemauannya sendiri. Ia mengganggu pohon itu, ia memetik buahnya, untuk suatu kesenangan sesaat. Kita tahu akibat dari ulah manusia itu, kebun yang indah itu lenyap. Lalu manusia harus menuai berbagai derita dan bencana secara turun temurun.
Manusia sesungguhnya diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya. Artinya, manusia diciptakan untuk menjadi wakil Allah di dunia ini. Sebagai wakil Allah, manusia diberi tugas untuk menguasai ciptaan lainnya. Menaklukkan dan menguasai alam tidak berarti menggunakannya sampai habis dan merusaknya, tetapi mengatur dan menyiasati alam demi kebahagiaan manusia itu sendiri dan semua makhluk ciptaan Allah. Manusia mempunyai tugas untuk memelihara alam ciptaan (lingkungan hidup), sehingga alam ini dapat dinikmati oleh umat manusia sepanjang masa.
Alam semesta ini bukan hanya untuk manusia atau untuk sekelompok manusia yang saat ini memiliki sarana dan kemampuan untuk memanfaatkannya saja, tetapi alam semesta ini untuk semua generasi manusia kini dan masa datang. Maka seluruh tindakan manusia atas alam harus menunjukkan tanggung jawab bagi masa depan, bagi generasi yang akan datang.
Manusia perlu menyadari bahwa keberadaan alam semesta ini saling kait-mengait. Manusia adalah makhluk yang hidup bersama dengan makhluk ciptaan lain dan hidup dalam lingkungan ciptaan yang indah mengagumkan. Manusia bukan satu-satunya ciptaan yang punya hak atas alam semesta ini. Maka, manusia harus membangun kesetiakawanan dengan makhluk yang lain. Adanya alam semesta ini adalah untuk bersama, sehingga keharmonisan antara satu dan yang lain harus dipelihara. Manusia tidak dapat menguras kekayaan alam tanpa memperhitungkan akibat bagi keberadaan, kelestarian, dan keindahan ciptaan yang lain.
Apa
yang dilakukan oleh Gereja Katolik?
Ajaran
Sosial Gereja mengajak kita umat kristiani dan juga umat manusia pada umumnya
untuk bersama-sama menjaga lingkungan alam sebagai harta milik bersama dari
Allah. Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup, warisan bersama umat manusia,
tidak saja mencakup kebutuhan-kebutuhan saat sekarang tetapi juga
kebutuhan-kebutuhan di masa depan. Artinya bahwa generasi pada masa yang akan
datang berhak untuk hidup sejahtera dari alam ini. Maka jangan sampai generasi
sekarang menghancurkannya sehingga generasi mendatang hanya menuai bencana alam
akibat keserahakan generasi sekarang ini.
Dalam Pesan Pastoral KWI 2012, tentang “Keterlibatan Gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan” para uskup Indonesia menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan umat Katolik Indonesia: Gereja telah lama menaruh keprihatinan atas masalah lingkungan yang berakibat buruk pada manusia. Paus Paulus VI dalam Ensiklik Populorum Progressio (1967, No. 12) mengingatkan kita bahwa masyarakat setempat harus dilindungi dari kerakusan pendatang. Hal ini diperjelas oleh Paus Yohanes II dalam Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis (1987, No. 34) yang menekankan bahwa alam ciptaan sebagai kosmos tidak boleh digunakan semaunya dan pengelolaannya harus tunduk pada tuntunan moral karena dampak pengelolaan yang tidak bermoral tidak hanya dirasakan oleh manusia saat ini tetapi juga generasi mendatang. Paus Benediktus XVI dalam Ensiklik Caritas in Veritate (2009, No. 48) menyadarkan kita bahwa alam adalah anugerah Allah untuk semua orang sehingga harus dikelola secara bertanggungjawab bagi seluruh umat manusia.
Gereja Katolik Indonesia pun telah menaruh perhatian besar pada masalah lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam Pesan SAGKI 2005 berjudul “Bangkit dan Bergeraklah” yang mengajak kita untuk segera mengatasi berbagai ketidakadaban publik yang paling mendesak, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan. Gereja juga telah melakukan banyak usaha seperti edukasi, advokasi dan negosiasi dalam mengatasi pengrusakan lingkungan yang masih berlangsung terus bahkan kian meningkat kualitas dan kuantitasnya.
KWI mengajak seluruh umat untuk meneruskan langkah dan meningkatkan kepedulian dalam pelestarian keutuhan ciptaan dalam semangat pertobatan ekologis dan gerak ekopastoral. Kita menyadari bahwa perjuangan ekopastoral untuk melestarikan keutuhan ciptaan tak mungkin dilakukan sendiri. Oleh karenanya, komitmen ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk kemitraan dan gerakan bersama, baik dalam Gereja sendiri maupun dengan semua pihak yang terlibat dalam pelestarian keutuhan ciptaan.
Beberapa
pesan untuk ditindaklanjuti bersama
1. Kepada
para pengambil kebijakan publik: kebijakan terhadap pemanfaatan sumber daya
alam dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hendaknya membawa peningkatan
kesejahteraan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Undang-undang yang
mengabaikan kepentingan masyarakat perlu ditinjau ulang dan pengawasan terhadap
pelaksanaannya haruslah lebih diperketat.
2. Kepada
para pebisnis : pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak hanya mengejar
keuntungan ekonomis, tetapi juga keuntungan sosial yaitu tetap terpenuhinya hak
hidup masyarakat setempat dan adanya jaminan bahwa sumber daya alam akan tetap
cukup tersedia untuk generasi yang akan datang. Di samping itu, usahausaha produksi
di kalangan masyarakat kecil dan terpinggirkan, terutama masyarakat adat,
petani dan nelayan, serta mereka yang rentan terhadap perubahan iklim dan
bencana lingkungan, perlu lebih didukung.
3. Kepada
umat kristiani: umat kristiani hendaknya mengembangkan habitus baru, khususnya
hidup selaras dengan alam berdasarkan kesadaran dan perilaku yang peduli
lingkungan sebagai bagian perwujudan iman dan pewartaan dalam bentuk tindakan
pemulihan keutuhan ciptaan. Untuk itu, perlu dicari usaha bersama misalnya pengolahan
sampah, penghematan listrik dan air, penanaman pohon, gerakan percontohan di
bidang ekologi, advokasi persuasive di bidang hukum terkait dengan hak hidup
dan keberlanjutan alam serta lingkungan. Secara khusus lembaga-lembaga
pendidikan diharapkan dapat mengambil peranan yang besar dalam Gerakan penyadaran
akan masalah lingkungan dan pentingnya kearifan lokal.
4. Tahun Iman yang dibuka oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2012, antara lain mengingatkan kita untuk mewujudkan iman kita pada Tuhan secara nyata dalam tindakan kasih (bdk. Mat 25: 31-40). Dengan demikian tanggungjawab dan panggilan kita untuk memulihkan keutuhan ciptaan sebagai wujud iman makin dikuatkan dan komitmen ekopastoral kita untuk peduli pada lingkungan kian diteguhkan. Kita semua berharap agar sikap dan gerakan ekopastoral kita menjadi kesaksian kasih nyata dan “pintu kepada iman” yang “mengantar kita pada hidup dalam persekutuan dengan Allah” (Porta Fidei, No.1). Kita yakin bahwa karya mulia di bidang ekopastoral ini diberkati Tuhan dan mendapat dukungan semua pihak yang berkehendak baik.
Mari sebagai anggota gereja menjadi agen-agen yang berpikir dan bertindak sebagai pelestari lingkungan hidup dan menjaga keutuhan ciptaan.
Salam
Pandu Cendekia