... di antara mereka ...

Mereka tidak perlu engkau ajari dengan ilmu yang engkau miliki, tetapi dampingilah mereka untuk menjadi apa yang mereka inginkan.

Walking together

Takdir menuntun kita ke jalan berliku dan membawa kita ke tempat yang asing. Yang perlu kau lakukan adalah mengenalinya. Zaman kompetisi sudah berlalu, kini eranya kolaborasi

Poker Face

Jangan pernah memberikan kepuasan kepada orang lain dengan membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka telah berhasil melukai anda!

Long life Education

Nemo dat quod non habet - Tidak ada seorang pun dapat memberikan apa yang ia sendiri tidak miliki. So ... belajarlah sampai akhir!

Two in One

Dialog dan komunikasi yang baik akan membawa kita pada sebuah tujuan yang dicitakan.

Family is the core of life

Keluarga adalah harta yang paling berharga. Pergilah sejauh mungkin, namun pulanglah untuk keluarga!

The most wonderful and greatest gift

Anak-anakmu adalah anugerah terindah dan terbesar dalam hidupmu, tetapi mereka bukanlah milikmu!

The nice of brotherhood

Saudaramu adalah orang selalu siap melindungimu, meskipun baru saja engkau ingin memakannya. Satu alasan: karena engkaulah saudaranya.

Happiness is Simple

Bahagia itu sederhana: Pergilah bersamanya, nikmati alam dan pulanglah dalam sukacita!

Sendiri itu perlu

Sesekali ambil waktumu untuk diri sendiri: lihatlah ke kedalaman dan engkau tahu betapa banyak keburukanmu!

Bahasa Roh dan Pandangan Filsafat Yunani

Bahasa roh, atau glossolalia, merupakan fenomena spiritual yang dikenal dalam banyak tradisi keaagamaan, termasuk Kristen. Dalam tradisi Kristen, bahasa roh sering dianggap sebagai manifestasi dari Roh Kudus, sebuah cara komunikasi langsung dengan Tuhan yang melampaui batasan bahasa manusia biasa. Fenomena ini mengundang berbagai interpretasi dan penjelasan, baik dari sudut pandang teologis maupun filosofis.

Filsafat Yunani kuno, terutama melalui karya Plato dan Aristoteles, memisahkan antara fisik (soma), jiwa (psyche), dan roh (pneuma) untuk menjelaskan aspek utama dari eksistensi manusia. Fisik atau tubuh adalah aspek material dari manusia. Menurut Plato, tubuh adalah penjara bagi jiwa, yang menahan dan membatasi potensi sejati manusia. Dalam pandangan ini, tubuh dilihat sebagai sesuatu yang sementara dan fana.

Jiwa diartikan sebagai inti dari keberadaan manusia yang mengandung kepribadian, emosi, dan pikiran. Plato menggambarkan jiwa sebagai entitas yang lebih tinggi daripada tubuh, memiliki kemampuan untuk berpikir, merasa, dan memahami kebenaran yang lebih dalam. Menurutnya jiwa memiliki tiga bagian, yaitu rasional (logos), irasional (thymos), dan keinginan (epithymia).

Roh, dalam filsafat Yunani, sering diidentifikasi dengan napas atau kehidupan itu sendiri. Aristoteles memandang pneuma sebagai kekuatan vital yang menghidupkan tubuh. Roh adalah elemen yang paling halus dan bersifat ilahi, yang menghubungkan manusia dengan alam semesta dan, dalam beberapa interpretasi, dengan Tuhan atau sang Pencipta.

Hari ini seluruh umat Kristen dan Gereja Semesta merayakan Pentakosta (hari ke-50) dihitung sejak Hari Raya Paskah, hari dimana Roh Kudus turun di atas para rasul dalam bentuk lidah-lidah api. Dalam peristiwa itu digambarkan bagaimana pada akhirnya para rasul yang semula ketakutan menjadi berani keluar memberitakan Injil Yesus Kristus dan mereka bisa berbahasa lain dan diidentikkan dengan bahasa roh.

Bahasa roh dipahami sebagai manifestasi dari interaksi antara ketiga aspek tersebut. Saat seseorang berbicara dalam bahasa roh, ada elemen fisik yang terlibat, tubuh dan suara digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi yang tidak dikenali sebagai bahasa biasa. Namun, pengalaman ini tidak semata-mata fisik; ada aspek psikis dan spiritual yang mendalam.

Pada saat berbahasa roh, tubuh manusia menjadi instrumen atau alat yang menghasilkan suara. Ini menunjukkan bahwa meskipun fenomena tersebut sangat spiritual, ia tetap membutuhkan perwujudan fisik agar bisa dikenali oleh “manusia fisik” kita. Pada saat yang sama jiwa memainkan peran penting dalam pengalaman bahasa roh. Emosi, keinginan, dan pikiran seseorang berinteraksi dalam proses ini. Jiwa yang berada dalam keadaan ekstasi atau trance seringkali memungkinkan manifestasi bahasa roh itu sendiri.

Kemudian bahasa roh sering dianggap sebagai manifestasi roh manusia yang berinteraksi langsung dengan Roh Kudus. Ini adalah dimensi spiritual yang melampaui pikiran dan emosi, menghubungkan manusia dengan yang ilahi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa bahasa roh bisa dilihat sebagai ekspresi dari roh yang mencari hubungan yang lebih dalam dan lebih langsung dengan Tuhan.

Dengan pemahaman pemisahan antara fisik, jiwa, dan roh, kita bisa melihat bahasa roh sebagai jembatan yang menghubungkan ketiga aspek ini dengan yang ilahi. Bahasa roh memungkinkan manusia melampaui batasan-batasan fisik dan rasional mereka, menjangkau dimensi spiritual yang lebih tinggi. Dalam hal ini, bahasa roh bisa dilihat sebagai cara bagi manusia untuk mengalami realitas yang lebih luas dan mendalam, yang melampaui dunia material.

Walaupun harus diakui bahwa bahasa roh adalah fenomena yang kompleks dan multi-dimensi yang mencakup aspek fisik, psikis, dan spiritual. Bahasa roh bukan hanya fenomena religius tetapi juga cerminan dari kedalaman dan keindahan eksistensi manusia yang melampaui batasan fisik dan rasional, menghubungkan kita dengan yang ilahi.

MANUSIA TANPA AGAMA


Keberadaan agama telah menjadi salah satu aspek fundamental dalam perkembangan dan evolusi budaya manusia selama berabad-abad. Namun, jika kita membayangkan dunia tanpa keberadaan agama, apa yang akan terjadi? Apakah itu akan membawa kemajuan atau konsekuensi yang tak terduga dan menakutkan?

Salah satu aspek yang dapat kita pertimbangkan adalah peran agama dalam membentuk moral dan etika. Agama sering kali menjadi panduan moral bagi banyak orang. Jika tidak ada agama, mungkin moralitas akan didasarkan pada prinsip-prinsip sekuler, seperti hukum dan etika filosofis yang secara alamiah telah tertanam jauh dalam lubuk hati setiap manusia. Namun, tanpa fondasi agama, pertanyaannya adalah sejauh mana nilai-nilai ini akan dipegang teguh oleh masyarakat.

Selain itu, agama juga berperan dalam memberikan dukungan sosial dan spiritual. Keberadaan komunitas keagamaan sering kali menjadi tempat bagi individu untuk mencari dukungan emosional dan spiritual. Tanpa agama, masyarakat mungkin harus mencari bentuk-bentuk dukungan ini melalui institusi lain, seperti keluarga, teman, atau lembaga sosial.

Namun, ada juga argumentasi lain yang mengatakan bahwa tanpa agama, masyarakat dapat mengalami kemajuan dalam hal toleransi dan pluralisme. Konflik yang terjadi karena perbedaan agama bisa diminimalisir, dan fokus lebih ditekankan pada nilai-nilai universal kemanusiaan. Namun, hal ini juga bisa diimbangi dengan potensi kehilangan keberagaman dan warisan budaya yang kuat yang sering kali terkait erat dengan agama.

Apabila kita bertanya apa kira-kira yang akan terjadi jika manusia tidak beragama, maka saya kira kita akan berhadapan dengan kompleksitas yang amat gelap. Hal ini melibatkan pertimbangan tentang moralitas, dukungan sosial, pluralisme, dan keberagaman budaya. Mungkin tidak ada jawaban yang pasti dan memuaskan, tetapi pertanyaan ini mengundang kita untuk memikirkan peran agama dalam kehidupan manusia dengan lebih cermat.

Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah dampaknya terhadap identitas dan makna kehidupan. Agama sering kali memberikan kerangka kerja untuk memahami tujuan hidup dan makna eksistensi manusia. Tanpa keberadaan agama, individu-individu mungkin harus mencari makna hidup mereka dalam konsep-konsep lain, seperti filsafat atau psikologi.

Selain itu, agama juga berperan dalam menginspirasi seni, arsitektur, dan budaya secara keseluruhan. Banyak karya seni dan bangunan bersejarah yang terinspirasi oleh keyakinan agama. Jika agama tidak ada, mungkin dunia seni dan budaya akan mengalami pergeseran besar dalam tema dan motivasinya. Menarik juga untuk dipertimbangkan adalah potensi kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan pemikiran rasional tanpa pengaruh agama yang kuat. Mungkin tanpa pembatasan dogma agama, masyarakat akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan terus mendorong batas-batas pengetahuan manusia.

Namun, tantangan besar yang muncul adalah bagaimana mengelola nilai-nilai dan norma-norma sosial tanpa landasan agama. Dalam beberapa kasus, agama juga menjadi kekuatan yang mempersatukan masyarakat. Tanpa itu, mungkin tantangan dalam mencapai kohesi sosial dapat meningkat. Secara keseluruhan, dunia tanpa agama akan menjadi dunia yang sangat berbeda dalam banyak aspek kehidupan manusia. Hal ini memicu pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang identitas, makna hidup, kreativitas budaya, dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Walau begitu sulit disimpulkan namun kita bisa membayangkan bahwa jika manusia tidak beragama, dunia akan mengalami perubahan yang mencakup berbagai aspek kehidupan. karena kenyatan bahwa secara factual agama telah menjadi landasan moral dan etika bagi banyak individu. Agama memberikan kerangka kerja yang kuat untuk memahami apa yang benar dan salah, serta menginspirasi tindakan-tindakan altruistik dan kebaikan sosial. Tanpa agama, kita mungkin akan menghadapi tantangan besar dalam menetapkan standar moral yang bersifat universal. Agama juga berperan dalam memberikan dukungan sosial dan spiritual. Komunitas keagamaan sering kali menjadi tempat bagi individu untuk mencari bimbingan, dukungan emosional, dan makna hidup. Ketika aspek ini hilang, masyarakat mungkin harus mencari pengganti dari sumber-sumber lain, yang bisa jadi tidak sekuat dan sekomprehensif agama.