Hingga kini, acap kali terdengar keluhan para orangtua tentang prestasi belajar anak mereka di sekolah. Para orangtua cenderung menimpakan akibat itu kepada pihak sekolah dan para guru. Mereka merasa bahwa sekolah dan para gurulah yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan dan prestasi belajar anak mereka. Bahkan mereka tidak segan-segan mempersalahkan pihak guru dan sekolah apabila, selain prestasi belajar menurun, sikap dan kepribadian anak mereka kurang sesuai atau bertentangan dengan tata nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat pada umumnya.
Masyarakat umum telah menciptakan bias pembagian peran antara orangtua dan guru di sekolah. Ada pandangan bahwa sekolah harus menangani anak dari sisi akademik, sedangkan orangtua mengurusi masalah moral dan perkembangan emosional anak beserta kebutuhan jasmaniah. Padahal, anak juga belajar mengenai masalah moral dan emosi dari apa yang dijumpainya di ruang kelas. Demikian juga ketika anak berada di tengah-tengah masyarakat, sesungguhnya mereka juga mengamati dan belajar dari sikap-sikap orang dewasa.
Comer dan Haynes (1997) mengatakan bahwa anak-anak belajar dengan lebih baik jika lingkungan sekelilingnya yakni orangtua, guru, anggota keluarga lainnya serta kalangan masyarakat sekitar mendukung. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan siswa, sehingga sangat diperlukan keterlibatan aktif orangtua dan anggota masyarakat.
Pada hakikatnya, pendidikan merupakan proses dimana individu melakukan aksi, berinteraksi dan memberikan reaksi dengan lingkungannya yang pada gilirannya mengantarkan manusia pada kesempurnaan (Imron, 1996).
Pendidikan merupakan hal yang amat penting dalam kehidupan seseorang dan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu pendidikan harus dipersiapkan sebaik-baiknya, termasuk segala faktor yang menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan. Faktor yang dimaksud meliputi antara lain adalah peserta didik, pendidik, alat pendidikan dan lingkungan.
Sebagai salah satu faktor pendidikan, lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan pola pikir, sikap, kepribadian dan tingkah laku anak dalam perkembangannya. Menurut aliran empirisme, perkembangan anak menjadi dewasa salah satunya sangat ditentukan oleh faktor lingkungan, di antaranya adalah lingkungan pendidikan dan pengalaman sejak kecil (Purwanto, 1997:61).
Faktor lingkungan dimana anak akan tumbuh dan berkembang mencakup aspek yang sangat luas dan bersifat dinamis dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan, mulai dari pendidikan dalam keluarga, pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Mengingat pendidikan merupakan proses berkelanjutan maka diperlukan perhatian yang sangat serius agar proses tersebut berjalan sesuai dengan harapan. Lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian manusia yang memiliki sikap, perilaku dan wawasan serta kualitas sumber daya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat.
Faktor lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah lingkungan keluarga dimana anak dilahirkan, tumbuh dan berkembang, melakukan interaksi dan mengembangkan kreatifitas.
Menurut Jalaludin (2003) keluarga merupakan unit satuan paling sederhana dalam strata sosial, yang para anggotanya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Keluarga memegang peranan yang sedemikian strategis sebagai peletak pondasi pendidikan dasar bagi anak untuk selanjutnya menerima pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi, yakni pendidikan formal di sekolah.
Demikian lingkungan keluarga diyakini sebagai faktor lingkungan yang memberikan pengaruh dominan dalam membentuk kepribadian, karena dalam ritme kehidupan, seorang anak lebih banyak menghabiskan waktu dalam lingkungan keluarga dibanding lingkungan lainnya. Oleh karena itu adalah hal yang sangat wajar jika situasi yang berkembang dalam lingkup keluarga, pola hubungan antar anggota dalam keluarga dan antar anggota keluarga dengan anggota masyarakat lainnya akan dipersepsi, diadopsi dan direplikasi oleh anak sesuai dengan fase-fase perkembangannya.
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal, secara hierarkis merupakan faktor lingkungan kedua setelah keluarga, yang ikut memberikan pengaruh dalam perkembangan anak. Pengaruh pendidikan formal terhadap perkembangan anak dapat terjadi paling tidak melalui tiga jalur hubungan meliputi: a) hubungan kurikulum dan anak; b) hubungan guru dan murid; dan c) hubungan antar anak (Jalaludin, 2003). Jalur hubungan anak dengan kurikulum digunakan dalam upaya pengembangan kemampuan intelektual (intelegensi). Melalui jalur hubungan murid dengan guru, peserta didik tidak hanya berinteraksi dalam hal transfer materi pelajaran melainkan juga dalam proses pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan, termasuk pembinaan dalam hal-hal yang bersifat sosial, moralitas, emosional dan lain sebagainya. Jalur hubungan anak dengan anak merupakan wadah untuk melakukan interaksi demi mengembangkan kematangan emosi secara sosial dan moral. Interaksi melalui ketiga jalur tersebut akan mewarnai dan membentuk kepribadian, karakter dan kesadaran anak, baik kesadaran secara intelegensi (intelegent quotient) maupun kesadaran secara emosional (emotional quotient).
Kedua jenis kesadaran tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan anak dalam penguasaan ilmu pengetahuan dalam proses kehidupan selanjutnya.
Mengingat dominasi sekolah yang sedemikian penting dalam pembentukan kepribadian dan kemampuan penalaran (akademik) utamanya dalam transfer ilmu pengetahuan (knowledge), pembentukan keterampilan (skill), dan pembentukan kepribadian (personal performance), semua pihak terkait dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik, karena lingkungan yang kondusif akan mempengaruhi dan menentukan prestasi belajar peserta didik.
Faktor lingkungan ketiga yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pendidikan seorang individu adalah lingkungan masyarakat. Pengaruh lingkungan masyarakat yang dimaksud adalah pengaruh sosial budaya dan partisipasinya. Pengaruh lingkungan masyarakat masuk ke dalam kehidupan anak, tercermin dalam proses belajar mengajar, yang menyangkut pola aktifitas pendidikan maupun perilaku anak didik dalam proses pendidikan (Tim FKIP, 1991).
Dapat dijelaskan bahwa faktor lingkungan masyarakat akan memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap proses belajar, baik yang bersifat positif maupun sebaliknya. Faktor lingkungan masyarakat akan memberikan dampak negatif jika berlawanan arah dengan tata nilai yang ditanamkan dalam proses belajar. Demikian sebaliknya faktor lingkungan akan memberikan dampak positif jika nilai dan tata sosial yang ada sejalan dengan nilai yang ditanamkan dalam proses belajar. Dengan demikian lingkungan masyarakat sekitar mempunyai peranan yang amat penting dan sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya suatu proses pendidikan.
Arti penting pendidikan di sekolah demikian strategis dalam membentuk manusia seutuhnya, tidak hanya manusia yang memiliki kualitas keilmuan dan penguasaan teknologi yang memadai saja, melainkan juga memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat sebagai dasar kepribadian. Oleh karena itu dalam kurikulum Tahun 2006, salah satu mata pelajaran wajib nasional adalah pendidikan agama, di samping penguasaan materi, penekanan lebih difokuskan pada pembentukan akhlak dan kepribadian peserta didik agar mewarisi iman dan tata nilai yang baik.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini