Keluarga dibentuk oleh dari ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Baik lakilaki maupun perempuan mencita-citakan keluarga harmonis, Bahagia dan sejahtera. Seringkali cita-cita itu tidak mudah dijalankan. Ada perbedaan pendapat, kebencian, kemarahan, iri hati, dan sebagainya. Bagaimana keluarga dapat menghadapi masalah-masalah seperti ini?
Gereja Katolik secara tegas mengajarkan bahwa perkawinan Katolik adalah Sakramen, sehingga setiap pasang suami istri harus menjaga kesucian perkawinan. Karena itu, sifat perkawinan Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan, kecuali oleh maut; “karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Mat 19:6). Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik hendaknya dijaga kesuciannya, karena keluarga merupakan Gereja kecil/mini atau Ecclesia domestica. Artinya, antara lain bahwa keluarga-keluarga Kristiani merupakan pusat iman yang hidup, tempat pertama iman akan Kristus diwartakan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan- kebajikan dan cinta kasih Kristen (bdk. KGK 1656 & 1666).
Gaudiun
et Spes No.52 mengatakan: Keluarga adalah semacam Sekolah Kemanusiaan yang
kaya. Akan tetapi supaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai
kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam pendidikan
anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, akan
tetapi juga perawatan ibu di rumah, yang dibutuhkan anak-anak dan seterusnya.
Pedoman Pastoral Keluarga (MAWI 1975) antara lain mengatakan: Kita makin
menginsyafi bahwa perkawinan itu persekutuan cinta antara pria dan wanita yang
secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk
selamanya.
Dalam
penyerahan itu suami isteri berusaha makin saling menyempurnakan dan bantu
membantu. Hanya dalam suasana hormat-menghormati dan saling menerima inilah,
dalam keadaan manapun juga, persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga
tercapai kesatuan hati yang dicita-citakan. (Lihat Pedoman Kerja Umat katolik
No. 9).
Kali
ini para pembaca diajak untuk memahami makna hidup berkeluarga sebagai
panggilan hidup dan dapat diharapkan dapat dihayati dalam hidup keluarga
bersama orangtua serta sanak-saudara.
Perkawinan
itu persekutuan cinta antara pria dan wanita yang secara sadar dan bebas
menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya. Dalam penyerahan
itu suami isteri berusaha makin saling menyempurnakan dan saling membantu.
Hanya dalam suasana saling menghormati dan menerima inilah, dalam keadaan
manapun juga, persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga tercapai kesatuan
hati yang dicita-citakan.
Tuhan menghendaki agar kesatuan antara suami dan istri tidak terceraikan, karena perkawinan merupakan tanda kesetiaan Allah kepada manusia dan kesetiaan Kristus kepada Gereja-Nya. Atau dengan kata lain: menjadi tanda kesetiaan cinta Allah kepada setiap orang. Menjadi saksi akan kesetiaan perkawinan yang tak terceraikan ini adalah salah satu tugas pasangan Kristiani yang paling genting saat ini, di saat dunia dikaburkan oleh banyak pandangan yang menurunkan derajat perkawinan, seolah hanya pelampiasan keinginan jasmani semata. Jika pasangan suami istri dan anak- anak hidup dalam kasih yang total, maka keluarga menjadi gambaran nyata sebuah Gereja, sehingga tepatlah jika keluarga itu disebut sebagai Gereja kecil atau ecclesia domestica. Sebab dengan menerapkan kasih seperti teladan Kristus, keluarga turut mengambil bagian di dalam hidup dan misi Gereja dalam membangun Kerajaan Allah.
Pengembangan
Perkawinan dan Keluarga Merupakan Tugas Semua Orang
“Keluarga
adalah tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu
mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan komunikasi, hati penuh
kebaikan, kesepakatan suamiisteri, dan kerja sama orangtua yang tekun dalam
mendidik anakanak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka dan
pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih
muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita
yang sewajarnya dikesampingkan. Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina
sedemikian rupa, sehingga ketika sudah dewasa mereka mampu dengan penuh
tanggung jawab mengikuti panggilan mereka; panggilan religius; serta memilih
status hidup mereka. Maksudnya apabila kelak mereka mengikat diri dalam
pernikahan, mereka mampu membangun keluarga sendiri dalam kondisi-kondisi
moril, sosial dan ekonomi yang menguntungkan. Merupakan kewajiban orang tua
atau para pengasuh, membimbing mereka yang lebih muda dalam membentuk keluarga
dengan nasehat bijaksana, yang dapat mereka terima dengan senang hati.
Hendaknya para pendidik itu menjaga jangan sampai memaksa mereka, langsung atau
tidak langsung untuk mengikat pernikahan atau memilih orang tertentu menjadi
jodoh mereka.
Demikianlah
keluarga, lingkup berbagai generasi bertemu dan saling membantu untuk meraih
kebijaksanaan yang lebih penuh, dan mempadukan hak pribadi-pribadi dengan
tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan dasar bagi masyarakat. Oleh karena
itu, siapa saja yang mampu memengaruhi persekutuan-persekutuan dan
kelompokkelompok sosial, wajib memberi sumbangan yang efektif untuk
mengembangkan perkawinan dan hidup berkeluarga. Hendaknya pemerintah memandang
sebagai kewajibannya yang suci: untuk mengakui, membela dan menumbuhkan jati
diri perkawinan dan keluarga; melindungi tata susila umum; dan mendukung
kesejahteraan rumah tangga. Hak orangtua untuk melahirkan keturunan dan
mendidiknya dalam pangkuan keluarga juga harus dilindungi. Hendaknya melalui
perundang-undangan yang bijaksana serta pelbagai usaha lainnya, mereka yang
malang, karena tidak mengalami kehidupan berkeluarga, dilindungi dan
diringankan beban mereka dengan bantuan yang mereka perlukan. Hendaknya umat
kristiani, sambil menggunakan waktu yang ada dan membeda-bedakan yang kekal
dari bentuk-bentuk yang dapat berubah, dengan tekun mengembangkan nilai-nilai
perkawinan dan keluarga, baik melalui kesaksian hidup mereka sendiri maupun
melalui kerja sama dengan sesama yang berkehendak baik. Dengan demikian mereka
mencegah kesukaran-kesukaran, dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga serta
menyediakan keuntungan-keuntungan baginya sesuai dengan tuntutan zaman
sekarang. Untuk mencapai tujuan itu semangat iman kristiani, suara hati moril
manusia; dan kebijaksanaan serta kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu suci,
akan banyak membantu. Hasil penelitian para pakar ilmu-pengetahuan, terutama
dibidang biologi, kedokteran, sosial dan psikologi, dapat berjasa banyak bagi
kesejahteraan perkawinan dan keluarga serta ketenangan hati, melalui pengaturan
kelahiran manusia yang dapat di pertanggung jawabkan. Berbekalkan pengetahuan
yang memadai tentang hidup berkeluarga, para imam bertugas mendukung panggilan
suami-isteri melalui pelbagai upaya pastoral; pewartaan sabda Allah; ibadat
liturgis; dan bantuan-bantuan rohani lainnya dalam hidup perkawinan dan
keluarga mereka. Tugas para imam pula, dengan kebaikan hati dan kesabaran
meneguhkan mereka ditengah kesukaran-kesukaran, serta menguatkan mereka dalam
cinta kasih, supaya terbentuk keluarga-keluarga yang sungguh-sungguh
berpengaruh baik.
Himpunan-himpunan
keluarga, hendaknya berusaha meneguhkan kaum muda dan para suami-isteri
sendiri, terutama yang baru menikah, melalui ajaran dan kegiatan; hidup
kemasyarakatan, serta kerasulan. Akhirnya hendaknya para suami-isteri sendiri,
yang diciptakan menurut gambar Allah yang hidup dan ditempatkan dalam
tatahubungan antarpribadi yang autentik, bersatu dalam cinta kasih yang sama,
bersatu pula dalam usaha saling menguduskan supaya mereka, dengan mengikuti
Kristus sumber kehidupan, di saat-saat gembira maupun pengorbanan dalam
panggilan mereka, karena cinta kasih mereka yang setia menjadi saksi-saksi
misteri cinta kasih, yang oleh Tuhan diwahyukan kepada dunia dalam wafat dan
kebangkitan-Nya”. (Dok. Konsili Vatikan II: Gaudium et Spes art. 52)
Atas
dasar artikel di atas dapt disimpulkan beberapa hal mengenai keluarga, antara
lain:
1.
Arti
dan Makna Keluarga Keluarga adalah Sekolah Kemanusiaan yang kaya. Akan tetapi
supaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut
komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam pendidikan anak. Kehadiran ayah
yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, perawatan ibu di rumah
juga dibutuhkan anak-anak dan seterusnya.
2.
Tugas
dan tanggung jawab seorang suami/bapak:
a.
Suami
Sebagai Kepala Keluarga Sebagai kepala keluarga suami harus bisa memberi nafkah
lahir-batin kepada istri dan keluarganya. Mencari nafkah adalah salah satu
tugas pokok seorang suami, sedapatnya tidak terlalu dibebankan kepada isteri
dan anak-anak. Untuk menjamin nafkah ini sang suami hendaknya berusaha memiliki
pekerjaan.
b.
Suami
Sebagai Partner Istri Perkawinan modern menuntut pola hidup partnership. Suami
hendaknya menjadi mitra dari istrinya. Pada masa sekarang ini banyak wanita
yang menjadi wanita karier. Kalau istri adalah wanita karier, maka perlulah
suami menjadi pendamping, penyokong dan pemberi semangat baginya. Dalam
kehidupan rumah tangga istri pasti mempunyai banyak tugas dan pekerjaan.
Janganlah membiarkan dia sendiri yang melakukannya, hanya karena sudah
mempunyai pembagian tugas yang jelas dalam rumah tangga. Banyak istri yang
merasa tertekan, merasa tidak diperhatikan lagi, karena apa saja yang dibuatnya
tak pernah masuk dalam wilayah perhatian suaminya.
c.
Suami
Sebagai Pendidik Orang sering berpikir dan melemparkan tugas mendidik anakanak
pada istri/ibu, padahal anak-anak tetap memerlukan sosok ayah dalam pertumbuhan
diri dan pribadi mereka. Sosok ayah tak tergantikan.
3.
Tugas
dan tanggung jawab seorang istri/ibu:
a.
Istri
sebagai hati dalam keluarga. Suami adalah kepala keluarga, maka isteri adalah
ibu keluarga yang berperan sebagai hati dalam keluarga. Sebagai hati, istri
menciptakan suasana kasih sayang, ketenteraman, keindahan, dan keharmonisan dalam
keluarga.
b.
Istri
sebagai mitra dari suami. Sebagai mitra, istri dapat membantu suami dalam tugas
dan kariernya. Bantuan yang dimaksudkan di sini, seperti memberi sumbang saran
dan dukungan moril hal yang pertama lebih bersifat rasional dan yang kedua lebih
bersifat afektif. Dukungan moril yang bersifat afektif lebih berarti bagi
suami.
c.
Istri
sebagai pendidik. Istri/Ibu merupakan pendidik yang pertama dan utama dari anak-anaknya.
Hal ini berarti bahwa ibu adalah pendidik ulung. Ada ungkapan bahwa “Surga
berada di bawah telapak kaki ibu” artinya adalah kita tidak boleh berani
terhadap orang tua terutama sekali kepada ibu kita.
4.
Kewajiban
Anak-anak Terhadap Orang Tua
Kewajiban-kewajiban
anak terhadap orang tuanya tidak statis dan tidak selalu sama, melainkan
dipengaruhi baik oleh perkembangan maupun oleh situasi dan kondisi. Semakin
hari, anak hendaknya semakin mandiri. Orang tua makin lama makin tua
membutuhkan anak-anaknya. Beberapa hal dasar yang menjadi kewajiban anak
terhadap orangtua adalah: mengasihi orangtua, bersikap dan berperilaku penuh
syukur, serta bersikap dan berperilaku hormat kepada orangtua.
5.
Membina
hubungan kakak-adik.
Dalam
keluarga masih ada saudara-saudara (kakak-adik) yang mempunyai hubungan timbal
balik sebagai anggota-anggota satu keluarga. Hubungan ini memang bervariasi
sesuai dengan masyarakat setempat. Dalam mengembangkan keluarga sebagai
persekutuan pribadi-pribadi, hubungan kakak-adik sebagai anggota-anggota
keluarga inti sangat penting. Hal-hal yang perlu dikembangkan dalam hubungan
kakak-adik adalah: kasih persaudaraan, saling membantu dan saling menghargai.
Pengalaman hidup bersama dan proses-proses awal dari sosialisasi untuk hidup
bersama berlangsung dalam keluarga di mana terdapat lebih dari satu anak (bdk.
Katekismus Gereja Katolik no. 2219). Kakak-adik tak hanya dididik oleh orang
tua, melainkan juga secara tidak langsung saling mendidik. Dengan bertengkar
dan berdamai kembali mereka belajar dan berlatih mengolah konflik yang termasuk
unsur hidup bersama (bdk. Katekismus Gereja Katolik no. 2219).
6.
Mahapentingnya
Cinta Kasih dan Komunikasi dalam Keluarga
a.
Pentingnya
cinta dalam hidup manusia
Kita
bisa hidup dan berkembang sebagai manusia karena perhatian dan cinta yang kita
terima dan alami dari orang lain, dan karena cinta yang kita berikan kepada
orang lain. Seluruh ajaran dan perbuatan Kristen justru berdasarkan pada cinta.
“Hendaklah kamu saling mencintai seperti Aku telah mencintai kamu”. (Yoh
15:12). Cinta membahagiakan orang dan memungkinkan manusia berkembang secara
sehat dan seimbang. Cinta yang jujur dan persahabatan sejati antarmanusia
memungkinkan perwujudan diri yang sehat dan seimbang, menghindar gangguan
psikis, dapat menyembuhkan orang yang menderita sakit jiwa. Jadi apabila
manusia belajar memberikan cinta dan menerima cinta, ia dapat sembuh dari
perasaan kesepian dan banyak gangguan emosional. Selain itu cinta adalah
kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang mempersatukan manusia dengan
sesamanya. Cinta yang demikian membiarkan manusia tetap menjadi dirinya sendiri
dan mempertahankan keutuhan sendiri. Dalam cinta antara pria dan wanita,
keduanya masing-masing dilahirkan kembali serta saling mengembangkan diri.
Keduanya dipanggil untuk saling mencintai secara paling mesra dan intim.
Keduanya saling memberi dan menerima secara fisik maupun psikis. Keduanya
adalah partner yang membutuhkan cinta dari yang lain untuk membahagiakan satu
sama lain.
b.
Membina
cinta dalam keluarga
Tujuan
perkawinan pertama-tama ialah membina cinta kasih antara suami-isteri, menjalin
hubungan perasaan yang mesra antara kedua partner yang ingin hidup bersama
untuk selama-lamanya.
c.
Cinta
kasih yang menghargai teman hidup sebagai partner
Kebahagiaan
di dalam hidup keluarga tidak terjadi secara otomatis. Setelah mempelai
menerima berkat di Gereja dan diresmikan perkawinannya, kebahagiaan itu masih
harus dibentuk dan dibangun, diwujudkan terus-menerus lewat perbuatan nyata
seharihari. Maka cinta dalam hidup berkeluarga perlu dibangun agar bertumbuh
dan berkembang, perlu suasana “partnership” antara suami-isteri. Partnership
berarti persekutuan atau persatuan yang berdasarkan prinsip kesamaan derajat,
sehingga kedua-duanya menjadi “partner” yang serasi dalam memperjuangkan
kepentingan bersama.
d.
Cinta
kasih yang menyerahkan dirinya sendiri
Cinta
kasih dalam hidup perkawinan sangat menuntut suatu sikap penyerahan diri yang
total, bukan hanya setengah-setengah saja. Kedua partner harus saling
menyerahkan diri kepada yang lain tanpa perhitungan untung rugi bagi dirinya
(tanpa pamrih) dalam bersama-sama membangun persatuan hidup, membangun
kebahagiaan keluarga dengan sumbangan yang berbeda, sesuai dengan
kodrat/peranannya masing-masing sebagai suami-isteri.
e.
Komunikasi
dalam Keluarga.
Berkomunikasi
berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain. Berkomunikasi
tentang hal-hal yang sama-sama diketahui dan dirasakan akan terasa jauh lebih
mudah dari pada mengenai bidang yang khas dunia sendiri. Namun untuk mencapai
keserasian hubungan antar manusia, untuk mencapai saling pengertian, justru
yang paling perlu dikomunikasikan adalah dunia sendiri itu. Dunia suami, dunia
isteri, dunia anak-anak yang sering sangat berbeda. Maka dalam berkomunikasi
ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain saling mendengarkan dan
saling terbuka.
Sehubungan
dengan komunikasi masih dapat dilihat beberapa bagian:
1)
Mendengarkan.
Semua orang yang tidak tuli bisa mendengarkan. Tetapi yang bisa mendengar belum
tentu pandai pula mendengarkan. Telinga bisa mendengar segala suara, tetapi
mendengarkan suatu komunikasi harus dilakukan dengan pikiran dan hati serta
segenap indra diarahkan kepada sipembicara. Banyak di antara kita yang merasa
bahwa mendengarkan itu tak enak, sebab memaksa kita untuk menunda apa yang kita
sendiri mau katakan. Betapa seringnya kita tidak mendengarkan ketika orang lain
berbicara, karena kita sibuk sendiri memikirkan apa yang mau kita katakan.
Mendengarkan dengan baik harus kita lakukan kalau betul-betul ingin membangun
keluarga yang harmonis.
2)
Terbuka.
Penilaian seseorang tidak mutlak benar. Oleh karena itu sulit terjadi
komunikasi yang baik dengan orang yang tidak dapat diubah dalam penilaiannya,
seakan-akan itu sudah fakta mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Orang bisa
begitu menutup diri terhadap masukan dari pihak lain yang bertentangan dengan
penilaian sendiri. Setiap orang boleh, bahkan sepatutnya mempunyai sistem
nilai, mempunyai keyakinan, mempunyai sikap, mempunyai pandangan, mempunyai
kepercayaan dan pendidikan. Tetapi ia tidak mempunyai kemauan berkomunikasi
kalau ia tertutup untuk mendengarkan, mencernakan masukan dari pihak lain.
Terbuka untuk menyatakan dan terbuka untuk mendengarkan. Terbuka untuk
menyatakan diri dengan jujur, terbuka pula untuk menerima orang lain
sebagaimana adanya. Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian
mengenai suatu gagasan. Keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju
pertumbuhan melibatkan juga perasaan, seperti: kecemasan, harapan, kebanggaan,
kekecewaan. Dengan lain kata, diri kita seutuhnya. Anggota keluarga yang saling
terbuka, akan membangun keluarga yang sejahtera lahir-batin.
Salam
Guru Kampung
Bagaimana cara membangun rumah tangga yang baik dengan pasangan yang memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda dengan kita
BalasHapusSaling berkomunikasi saja dengan baik. Dibicarakan bagaimana soal iman, disepakati juga bagaimana soal pendidikan iman anak
HapusBagaimana cara membangun rumah tangga yang baik dengan pasangan yang memiliki agama atau kepercayaan yang berbeda dengan kita
BalasHapusSaya yang bernama:ARVIANI BENEDICTA ZALUKHU igin bertanya tentang pelajaran agama.
BalasHapusPertanyaan saya:
Apakah dalam Gereja Katolik poligami termasuk dalam kategori dosa besar??
Sebenarnya soal besar kecil itu sulit sekali ditetapkan, meskipun dalam gereja disebut beberapa yang tergolong dosa besar sperti aborsi. Namun untuk kasus perceraian memang tidak disebutkan, tetapi melihat akibatnya untuk anak-anak dan keluarga mungkin perceraian itu sangat berdosa
HapusSaya yang bernama:ARVIANI BENEDICTA ZALUKHU, igin bertanya tentang pelajaran agama.
BalasHapusPertanyaan saya:Apakah di dalam Gereja Katolik poligami termasuk dosa besar??
Paus Gregorius Agung menetapkan kesombongan, kerakusan, hawa nafsu, ketamakan, iri hati, kemarahan dan kemalasan sebagai dosa besar.
HapusBerarti jika poligami itu atas dasar hawa nafsu semata maka sudah jelas digolongkan kemana.
Nama: Martinus hulu
BalasHapusKelas: XII IPS 1
Pertanyaan: apakah perkawinan yg tidak d ketahui oleh gereja atau tidak d berkati oleh gereja
Apakah masih d terima d gereja tersebut?
Nama: daud raynold ifolala telaumbanua
BalasHapuskelas: XII IPS 1
pertanyaan saya bagaimana Cara membangung rumah tangga yg Berbeda kepercayaan bisa dapat harmonis Dan damai??
Nama:Perdamaian Laoli
BalasHapusKelas : XII IPS 2
Saya ingin bertanya pak, bagaimana jika dalam sebuah keluarga contohnya istrinya meninggal,dan suaminya kembali menikah lagi. Apakah itu di terima di gereja pak dan apakah termasuk dosa atau tidak?
Terimakasih
Nama: Vicky Collin edberd harefa
BalasHapusXII IPS 2
Bagaimana jika kita memiliki pasangan yg berbeda keyakinan dengan kita
Nama:Juwita Telaumbanua
BalasHapusKelas:XII-IPS-1
Pertanyaan saya mengapa digereja katolik itu menegaskan bahwa mengajarkan perkawinan itu merupakan sakramen dan jika didlm hubungan keluarga ada agama yg berbeda apakah tetap harmonis?
Nama: Erloi Geovanni Gea
BalasHapusKelas: XII IPS 1
Saya ingin bertanya pak, bagaimana jika di dlm
satu keluarga tersebut contohnya suami berselingkuh dengan wanita lain, sedangkan si suami masih berstatus suami orang lain atau belum cerai dengan istri sahnya,apakah itu diterima gereja dan apakah itu dosa?
nama:erika enjellina hia
BalasHapuskls:xii-ips-2
saya ingin bertanya pak,bagaimana jika laki-laki dan perempuan di nikahkan secara paksa .apakah itu di terima oleh gereja pak..atau tidak?
terimaksih..pak.
Gereja tidak akan merestui jika perkawinan itu karena paksaan
HapusNama : Nemiseri kordias domini gulo
BalasHapusKelas : XII MIPA 1
Saya ingin bertanya pak,
Mengapa perkawinan itu di sebut dengan sebuah panggilan?
Terimakasih pak
Karena sejak awal penciptaan manusia sudah dipanggil (diberi tugas) untuk berketurunan dan merawat bumi ini
HapusNama: Nichen Elsis Putri Zagoto
BalasHapusKelas: XII MIPA 1
pertanyaan saya pak, jika seorang laki laki yang sudah menikah dan istrinya meninggal dan mempunyai anak yang masih kecil dan bahkan ada yg bayi, menikah lagi dengan alasan tidak dapat merawat anak anaknya, apakah itu masih bisa Pak?
terimakasih Pak
Nichen yang baik
HapusSesungguhnya tidak ada larangan dari pihak Gereja untuk pasangan yang ditinggal mati untuk tidak menikah lagi. Namun jika ingat janji perkawinan "setia sampai mati" sesungguhnya pasangan yang masih hidup itu harus setia sampai dia sendiri mati. Namun siapa yang mampu menghayati itu, apalagi jika masih muda dan anak masih kecil?
Kemudian jika tujuan perkawinan berikutnya itu hanya supaya ada yang merawat anak-anak, bukankah itu akan merendahkan martabat perkawinan itu sendiri? Perempuan atau laki-laki yang akan menikah itu bukan untuk menjadi pembantu. hehehe
Nama : Dania Priskilla Hura
BalasHapusKelas : XII MIPA 2
yang menjadi pertanyaan saya yaitu:
Jika dalam sebuah keluarga, laki" sering melakukan kekerasan, bagaimana solusinya pak? Jika Wanita juga meminta perceraian maka tidak bisa karna seperti yang bapak jelaskan tadi bahwa perkawinan atau apapun yang telah disatukan oleh Allah tidak boleh dipisahkan/ diceraikan manusia.
Terimakasih🙏
Sifat perkawinan Kristiani adalah Monogami dan tidak terceraikan. Dengan alasan apapun jika sudah memenuhi sarat. Maka jika sungguh perempuan tidak lagi bisa tahan atas kekerasan suaminya, maka istri bisa memisahkan diri (menjauh) untuk keselamatan dirinya. Tetapi bukan bercerai, dan dia tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Sekali lagi ini hanya jika sangat teraksa dan tidak ada jalan lain lagi bahwa suaminya bertobat.
HapusNama : Grace Putri Jelita Waruwu
BalasHapusKelas : XII-MIPA 1
Pertanyaan saya pak, berdasarkan artikel diatas yaitu, pengembangan perkawinan dan keluarga merupakan tugas semua orang.
Nah bagaimana dengan pastor dan biarawan/biarawati? Dalam Katolik mereka dilarang menikah yg berarti tidak mengembangkan keluarga. Apakah mereka tetap bisa dikatakan telah menjalankan/menyelesaikan tugas atau bagaimana?
Sekian Pak
Grace yang baik, hidup selibat (tidak menikah) bagi para pastor/suster merupakan panggilan hidup sama seperti panggilan hidup berkeluarga. Memang semua manusia dipanggil untuk menikah, berketurunan dan memenuhi bumi ini. Tetapi manusia bebas untuk memenuhi panggilan itu karena ada pilihan/panggilan lain demi kerajaan Allah. Ada berbgabagi alasan seseorang tidak menikah sebagaimana disebutkan dalam 1 Kor 7:29-34
HapusNama : Nadya Christy Berutu
BalasHapusKelas: XII MIPA I
Yang jadi pertanyaan saya pak :
1.) Terus gimana dengan sepasang suami-istri yang sudah mengikuti sidang/dah sah bercerai,Apakah mendapat hukuman dari Gereja pak?
2.) Di Gereja kalau mau melakukan pernikahan,ada batasan dengan umur yang diperbolehkan menikah tidak pak?atau bebas menikah dengan umur berapa saja yang penting tidak dibawah umur(umur belum illegal) pak?
Sekian dan Terima kasih🙏🏻
Saya sudah jawab di WA juga ya Nadya
HapusNama :Astri pinta Mendrofa
BalasHapusKelas :XII mipa 2
Perkawinan merupakan persekutuan antara pria dan wanita secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya.
zaman sekarang mungkin masih ada yang namanya perjodohan,pria dan wanita tersebut secara sadar melakukan pernikahan tersebut hanya untuk membahagiakan orang tua mereka. Mereka tidak melakukannya dari hati. Pertanyaannya pak, apakah sebaiknya pernikahan ini dilanjutkan hanya semata mata demi kebahagiaan orang tua atau di hentikan sebab pernikan tersebut tidak dari hati yang akhirnya mengakibatkan kehancuran rumah tangga.
Terimakasih pak.
Maka jika dalam pemeriksaan kanonik itu terungkap oleh kedua calon mempelai bahwa mereka sesungguhnya tidak saling mencintai dan hanya ingin membahagiakan orangtua, jelas perkawinan itu tidak akan direstui oleh Gereja.
HapusNama : Anabela nikita gulo
BalasHapusKelas : XII MIPA 2
Pertanyaan saya pak, jika suami istri Ingin cerai namun perceraian mereka hanya di sah kan oleh hukum ( hukum di negara) namun tidak di sah kan oleh hukum kekristenan. Sedangkan tertulis di dalam Matius 19: 9"Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena ZINAH, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.", Lalu mengapa perceraian mereka tidak di sah kan di dalam hukum kekristenan Pak?
Sekian pak
Memang Injil Matius membuat syarat bisa diceraikan itu bahwa ada zinah. Artinya jika dengan terpaksa berpisah karena hal yang sangat fatal, maka keduanya tidak lagi dapat menikah secara sah dalam Gereja.
HapusNama :Juni Didik H. Harefa
BalasHapusKelas:XII Mipa 1
Pertanyaan saya pak,Bagaimana jika seorang suami dalam rumah tangga memutuskan untuk cerai semantara sang istri terpaksa harus menyetujuinya karena perintah dari hukum.Apakah sang istri berdosa karena melanggar janji nya?
Terimakasih pak
Yang berdosa dan yang bertanggungjawab dalam hal itu adalah suami, karena dia yang ingin bercerai. Dalam kasus itu istri hanyalah korban
HapusNama : Ade Irfandi Harefa
BalasHapusKelas : XII MIPA 2
Pertanyaan saya pak, jika dalam keluarga memiliki keyakinan yg berbeda maka apakah mereka masih bisa hidup harmonis?
Sudah banyak keluarga yang berbeda keyakinan dan ternyata keluarga harmonis dan bahagia. Semua bisa berjalan dengan baik apabila dikomunikasikan dengan baik
HapusNama : Limelda Trisna Daeli
BalasHapusKelas: XII MIPA 2
Sejak awal diciptakannya manusia, Tuhan telah berfirman agar manusia berketurunan dan merawat bumi. Karena itulah adanya panggilan hidup berkeluarga. Keluarga adalah ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Namun perkawinan dilakukan bukan hanya semata-mata karena ingin mempunyai keturunan. Perkawinan dilakukan dengan berjanji dihadapan Tuhan untuk tetap setia kepada pasangannya, bukan hanya sampai mati namun untuk selamanya. Perkawinan baiknya dijalani dengan penuh cinta kasih. Perkawinan adalah tanda kesetiaan cinta Allah kepada setiap orang.
Terimakasih
Selamat sore pak,
BalasHapusNama : Aykel Vindo Ibrena Daeli
Kelas: XII MIPA 2
Dari materi yang bapak sampaikan, saya dapat menyimpulkan bahwa :
Keluarga dibentuk dari ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Yang mana perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakramen sehingga setiap pasangan suami istri harus menjaga kesucian perkawinan. Gadium et Spes No.52 mengatakan bahwa keluarga adalah semacam Sekolah Kemanusiaan yang kaya. Dan juga Tuhan mengkehendakai agar kesatuan antara suami dan istri tidak terceraikan, karena perkawinan merupakan tanda kesetiaan Allah kepada manusia dan kesetiaan Kristus kepada Gereja-Nya.
Terimakasih…
Sore pak,
BalasHapusNama : Elsa Afrelia
Kelas : XII MIPA 2
Dari materi hari ini,saya ingin bertanya yakni:
Bagaimana jika dalam sebuah pernikahan terjadi perceraian akan etapi kemuadian tersebut ingin kembali lagi bersama?bagaimana menanggapi hal tersebut pak?
Terimakasih pak.
Maka kita bersyukur mereka telah menemukan kembali jalan yang benar. Mereka sudah saling memaafkan dan membangun komitmen yang pernah mereka rusakkan.
HapusNama : Putri Meysha Hagada Waruwu
BalasHapusKelas : XII MIPA 2
Dalam materi ini saya ingin bertanya :
Keluarga kristiani adalah pusat iman yang hidup, yang juga merupakan tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan dan tumbuh/berkembangnya iman seorang anak kepada Tuhan. Namun bagaimana jadinya jika lingkungan keluarga tersebut tidak baik (broken home atau telah terjadi perceraian) sehingga anak itu menjadi tidak baik.
Apakah dosa orangtua tersebut akan diturun kepada anaknya? Atau sebaliknya apakah dosa anak yang dilakukannya karena hal ini akan ditambahkan kepada orangtuanya??
Terimakasih pak...
Putri Mesya yang baik,
HapusAnak-anak tidak akan dihukum untuk dosa yang dilakukan oleh orangtua mereka, demikian pula orangtua tidak dihukum untuk dosa anak-anak mereka. Setiap manusia bertanggung jawab atas dosanya masing-masing. Yehezkiel 18:20 memberitahu kita, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya”.
Namun jika selama ini dikatakan bahwa orangtua ditanggung anak, ada benarnya. Yang dimaksud adalah akibat dari dosa itu turut diderita oleh anak. Contoh, jika seorang ayah melakukan tindakan kriminal seperti pembunuhan atau perampokan, maka anak-anaknya turut menanggung malu.
Nama: Niat Febriyanti Harefa
BalasHapusKelas: XII Mipa 2
Perkawinan tumbuh dan dibentuk atas dasar kesetiaan antara wanita dan laki-laki yang akan membentuk keluarga. Dalam perkawinan, akan banyak cobaan yg dihadapi. Baik itu yang muncul dari perbedaan pendapat, dan lain-lain. Namun, sebesar apa pun masalah yang dihadapi dlm berumah tangga, tentunya kedua belah pihak tidak diperbolehkan untuk bercerai. Karena menurut gereja katolik, perkawinan merupakan sebuab sakramen shg harus dapat menjaga kesuciannya.
Nama:Imelda Febriani Gea
BalasHapusKelas:XII-MIPA 2
Materi pada hari ini mengajarkan banyak hal yang kini sebelumnya saya belum mengetahui bagaiamana itu sebuah pangilan hidup dalam berkeluarga dan saya baru menyadari bahwa begitu banyak proses yang saya alami ketika hidup dalam keluargaku saat ini. Sekarang saya memahami makna hidup berkeluarga sebagai panggilan hidup bersama orangtua serta sanak-saudari dan Tuhan menghendaki sebuah kesatauan baik antara suami dan istri maupun orangtua dengan anak-anaknya.
Terimakasih...
Nama : Agnessia Ketaren
BalasHapusKelas : XIIMIPA 1
Pak saya mau bertanya :
bagaimana jika terjadi pertengkaran atau perceraian,anak hanya mengikuti salah satu orangtua,apakah anak berdosa?
Trimakasih Pak🙏
Agnessia yang baik,
HapusJika misalkan itu terjadi anak-anak memang menjadi serba salah, apakah ikut ayah atau ibu. Makanya memang Gereja (Tuhan) tidak menghendaki itu terjadi.
Namun kalau karena berbagai alasan tidak bisa dihindari maka anak-anak sebaiknya berusaha sedapat mungkin yang mereka bisa agar hal itu tidak terjadi. Jika benar-benar tidak bisa lagi, maka anak tidak berdosa jika hanya mengikuti ayah atau ibunya saja, karena tidak mungkin membagi diri. Namun diharapkan kepada anak-anak agar tidak membenci ayah dan ibunya, melainkan tetap berusaha menyayangi mereka sambil tetap berharap dan berdoa agar ayah dan ibunya dapat bersama lagi.
Nama : Maria Angelina Solomasi Gulo
BalasHapusKelas : XII Mipa2
Perkawinan merupakan sebuah ikatan cinta yang mewujudkan sebuah persatuan antara suami dan istri yang saling menyempurnakan. Ikatan yang telah dipersatukan oleh Tuhan dalam perkawinan tersebut tidak dapat diceraikan karena perkawinan merupakan tanda kesetiaan Allah kepada manusia.
Terimakasih
Nama : WAN KRISMAN JUNIOR BUALA NAMA ZEBUA
BalasHapusKelas :XII MIPA 1
Saya mau bertanya pak
Apakah dalam agama lazim jika istri mengekang suami
Terimakasih 🙏🙏
Yang ada dalam keluarga itu memberi kebebasan satu sama lain, bukan mengekang atau menjajah. Cinta itu memerdekakan dan membahagiakan.
HapusNama : MEIMAN GEA
BalasHapusKelas: XII MIPA 2
Dari materi diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam perkawinan dibentuk dengan dasar kesetiaan antara pria dan wanita serta bukti cinta kasih akan kesetiannya terhadap pasangan dan dengan naungan serta janjinya kepada allah.
Dalam pelaksanaan perkawinan tentu ada beberapa point penting :
- Janji perkawinan, yakni kesetiaan antara pasangan (suami/istri) sampai mati dan tidak dapat dipisahkan.
- Sifat perkawinan, yakni bersifat monogami/tak terceraikan. Hal ini hanya tuhan dan mautlah yang dapat memisahkan keduanya.
- Syarat sah/tidaknya suatu perkawinan, yakni bersifat ratum dan consumatum.dan
- Halangan-halangan perkawinan, salah satunya umur, ikatan darah, ikatan perkawinan sebelumnya,kriminalitas,dll.(Dalam hal ini setiap pasangan (suami/istri) akan melaksanakan pemeriksaan "KANONIK".
Terimakasih pak🙏
Nama : ANNA NATINARIA HULU
BalasHapusKelas : XII MIPA 1
Pak saya izin bertanya.
Bagaimana tanggapan terhadap pasangan yang sudah menikah tetapi jenis kelamin /gandernya itu sama?
Banyak yang sudah terjadi dengan peristiwa itu Pak..
Laki laki dengan laki laki menikah atau sebaliknya.
Terimakasih Pak.
Maaf baru merespon Pak.
1. Sampai saat ini Gereja tidak pernah memberi kemungkinan pernihakan sejenis. Karena itu bertentangan dengan kodrat manusia, bahkan binatang sekalipun (jantan-betina; bukan jantan-jantan atau betina-betina).
Hapus2. Memang banyak dinegara-negara lain sudah terjadi dan sampai sekarang, Gereja tidak pernah merestuinya
Nama:Deli Asni Laoli
BalasHapusKelas:XII MIPA 2
Izin bertanya pak,
Bagaimana jikalau seorang tidak melakukan perkawinan?apakah itu juga melanggar aturan dari Tuhan?
Terimakasih pak🙏
Mohon maaf karena baru merespon pak🙏
Jika seseorang memutuskan untuk tidak menikah apalagi jika itu demi kerajaan Allah (jadi suster/pastor/pekerja sosial) itu juga merupakan panggilan hidup yang datang dari Allah
HapusNama :Maria Putri Cantika Hia
BalasHapusKelas:XII IPS 1
Saya ingin bertanya pak
Bagaimana pandangan dan sikap gereja terhadap orang-orang Kristen(khususnya Katolik) yang pada saat ini masih banyak terdapat yang melakukan poligami.Bagaimana sikap gereja dalam menangani hal tersebut?
Terimakasih
Nama : Neri Telaumbanua
BalasHapusKelas : XII MIPA 2
Saya ingin bertanya pak.
Bagaimana kalau ada pasangan suami istri beragama katolik yang sudah cerai dan telah diakui oleh pemeritah. Apakah salah satu dari mereka atau keduanya bisa menikah dengan orang lain? dan jika menikah apakah mereka masih diterima menjadi umat katolik?
Nama: Desilina Bawamnewi
BalasHapusKelas: Xll ips2
saya ingin bertanya pak.
Apakah bisa dalam satu hubungan istri dan suami di janji sampai mati dan tidak akan terpisah
Nama:leli sriyanti hulu
BalasHapusKelas:XII ips2
Didalam materi kita telah membahas tentang panggilan hidup berkeluarga.
Nah didalam materi tersebut terdapat kalimat "sifat perkawanan Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan kecuali oleh maut, karna apa yg dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.
Pertanyaan saya pak🙏
Bagaimana tentang perjodohan antara Pria dan wanita yang tidak memiliki keharmonisan didalam rumah tangga, menerima perjodohan didasarkan oleh unsur keterpaksaan.
Tetapi mereka tidak memilih untuk bercerai.
Apakah hal tersebut berdosa dan melanggar hukum Allah pak?
Sekian🙏
Nama:imanuel hulu
BalasHapusKelas:XII MIPA1
Dari materi di atas pak di jelaskan bahwa suami sebagai kepala keluarga adalah pemberi nafkah lahir batin.pertanyaan saya Pak apabila ibu sebagai peran hati dalam keluarga malah lebih menanggung nafkah dalam keluarga,katakan saja punya pekerjaan lebih berada di banding suami apakah hal tersebut menyimpang dari berkeluarga?