PERAN STRATEGIS KELUARGA DALAM PENDIDIKAN SOSIAL-HUMANITAS DAN EKOLOGI PADA MASA PANDEMI COVID-19

Pengantar

Jauh sebelum dunia dikepung oleh kekuatan dan kekejaman pandemi Coronavirus Disease 19 sekat-sekat antarbangsa dan negara telah diruntuhkan oleh gagahnya kemajuan infrastruktur telekomunikasi, teknik dan transportasi. Interdependensi antarbangsa dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, budaya dan pendidikan semakin nyata dan tidak dapat dihindari. Penyebarluasan pengetahuan ilmiah, teknologi kodokteran, pendidikan, ideologi, informasi, barang, jasa dan berbagai aspek kebudayaan lainnya menjadi sangat mudah, murah dan cepat. Hampir semua hal tersedia dan amat potensial dimanfaatkan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat manusia beserta ciptaan lainnya.

Bersamaan dengan kebaikan dan manfaat kemajuan yang telah dicapai juga telah membawa dampak yang amat buruk bagi kehidupan sosial, kemanusiaan dan ekologi. Banyak orang hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya sendiri, orang-orang hanya sibuk dengan pekerjaan dan mengesampingkan komunikasi dan kehangatan bersama dengan anggota keluarga, yang kaya dan orang yang punya kekuasaan menindas orang-orang kecil dan miskin, hutan-hutan dihabisi demi industri dan pembangunan kota sehingga mengancam satwa dan ekosistem alam. Media sosial telah membuat pertemanan dan persahabatan menjadi semu dan dangkal. Kepedulian terhadap sesama dan lingkungan sekitar semakin menipis bahkan untuk beberapa aspek telah hilang. Semua ini merupakan barisan puisi duka-lara dalam nyanyian generasi manusia.

Pandemi Covid-19 Melengkapi

Sikap manusia yang telah lama mengesampingkan keseimbangan keanekaragaman hayati, membiarkan kemerosotan sosial dan ketimpangan global pada gilirannya berbalik menyerang manusia itu sendiri. Kenyataannya alam akan mengalami dampak atau perubahan yang akibatnya juga akan menimpa makhluk hidup atau manusia itu sendiri.[1] Fenomena-fenomena itu jelas terlihat pada rentannya kesehatan manusia karena terlalu banyak mengonsumsi junk food, eksploitasi kemanusiaan, eksploitasi flora dan fauna. Hewan-hewan liar yang mendekati habitat manusia akibat meningkatnya deforestasi, virus yang berinang pada hewan-hewan ditularkan kepada manusia, dan berbagai jenis virus baru yang sangat berbahaya bagi manusia merupakan akibat ulah manusia yang terakumulasi.

Pandemi Covid-19 yang telah mengepung dan melanda hampir seluruh negara di dunia telah menambah dan melengkapi daftar dampak negatif dari perkembangan dan kemajuan peradaban manusia, bahkan pandemi ini dapat dilihat sebagai wujud terbaru globalisasi.[2] Konektivitas yang mudah serta mobilisasi massa yang amat tinggi telah menyebabkan penyebaran Covid 19 sangat cepat melalui transportasi internasional baik manusia maupun barang dan jasa. Kebanggaan manusia atas kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya pada akhirnya membawa baginya suatu dunia baru yang tidak menunggu kesiapannya.

Covid-19 ini meredefenisi pandangan manusia dan menyadarkannya betapa rentan dirinya sekaligus betapa jahat dan tidak pedulinya dirinya terhadap bumi sebagai rumah bersama. Ketidaksiapan manusia menghadapi akibat dari berbagai kemajuan yang dibangun dan dicapainya berkat ambisi yang berlebihan, pada akhirnya mengubah pola interaksinya dengan dunia dan alam sekitarnya. Jalanan kota menjadi sepi dan kedekatan antarmanusia menjadi terluka. Kegembiraan pelukan, kebaikan jabat tangan dan kehangatan ciuman direnggut paksa dari umat manusia. Pembatasan-pembatasan sosial menyebabkan situasi keterasingan, keputusasaan, penderitaan bahkan kemarahan. Bagi orang-orang yang lanjut usia yang berada di tahap akhir kehidupan, penderitaan mereka bahkan lebih parah karena kesulitan secara fisik dan menurunnya kualitas hidup, kurangnya kunjungan keluarga serta para sahabat untuk memberi dukungan dan peneguhan. Selain itu social distancing dan metode work from home telah makin mendorong sikap antisosial dalam masyarakat yang jauh sebelum kedatangan Covid-19 telah tumbuh subur dalam masyarakat. Persahabatan dan pertemanan orang-orang menjadi persahabatan yang sungguh semu. Orang bisa saja saling berteman dan bercengkrama di media sosial, saling bertanya dan menjawab lewat video conference, tetapi ketika bertemu dalam dunia nyata malah tidak saling mengenal bahkan tidak saling menyapa.

 

Keluarga tempat teduh untuk semua persoalan

Kabar baiknya Covid-19 yang telah meluluhlantakkan hampir semua tatanan kehidupan manusia memiliki hikmah tersendiri. Virus ini memberikan manusia pelajaran keras bahwa manusia harus memperhatikan kebersihan dan kesehatan diri sendiri, harus memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar dan harus memikirkan kesehatan orang lain. Rasa sosial dan solidaritas antarmanusia tidak cukup hanya masing-masing individu memperbaiki diri, melainkan dibutuhkan gabungan kekuatan dan kesatuan usaha.[3] Hubungan manusia secara organisasi yang lebih besar harus ditumbuhkan. Manusia yang terpisah-pisah oleh berbagai identitas ada harus bergandengan tangan saling menjaga dan membantu. Negara-negara di dunia harus saling bekerjasama dan saling membantu. Bahkan di antara negara yang selama ini melihat satu sama lain sebagai kompetitor harus berkolaborasi untuk menghentikan virus ini dan mengatasi dampaknya. Jika selama ini hanya kesehatan diri sendiri yang kita kuatirkan, saat ini setiap orang harus peduli dengan kesehatan dan keselamatan orang lain dan lingkungan yang lebih luas.

Situasi ini menjadi peringatan keras untuk umat manusia agar berhenti sejenak untuk berefleksi; berhenti untuk memulai pola perilaku dan kehidupan yang baru. Dengan pembatasan sosial dan pola bekerja dari rumah mewajibkan semua orang tinggal dan kembali ke dalam rumah. Waktu dan kesibukan di luar rumah menjadi berkurang. Semua orang tinggal di rumah dan beraktivitas di sekitar rumah. Itu artinya setiap orang menjadi lebih dekat dengan seluruh anggota keluarga yang mungkin selama ini terasa jauh dan terabaikan. Keluarga hendaknya dikembalikan sebagai pusat kegiatan keluarga dan sebagai tempat yang teduh untuk semua persoalan. Keluarga harus memainkan perannya yang amat strategis dalam penanaman dan pengembangan nilai-nilai sosial-humanitas dan ekologi.

Keluarga merupakan tempat utama dan pertama dalam pendidikan nilai sosial-humanitas dan ekologi yang tidak dapat tergantikan oleh lembaga apapun; dan orangtua bertanggungjawab mencipatakan lingkungan keluarga sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendidikan pribadi dan sosial anggota keluarganya.[4] Peran keluarga menjadi amat penting saat ini, ketika semua orang diajak untuk memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri, keluarga perlu ditemukan kembali sebagai pelaku utama untuk mengajarkan social responsibility sebagai obat dari social distancing. Karena seluruh anggota keluarga tidak dapat bertemu dengan orang lain secara langsung selain anggota keluarga, maka di dalam keluarga seseorang harus dididik dan diajarkan bagaimana bersikap peduli, toleransi, tenggang rasa dan menghargai orang lain. Di dalam keluarga nilai-nilai kemanusiaan yang baik dan beradab disemai dan ditumbuhkembangkan dan dikokohkan.

Perhatian harus diberikan kepada kebutuhan dan harapan keluarga-keluarga yang dalam hidup sehari-harinya menjadi tempat tumbuh dan tempat pewarisan berbagai keutamaan yang konkret dan hakiki, yang membentuk eksistensi manusia. Dalam keluarga kelembutan adalah ikatan antara kedua orangtua dan dengan anak-anak mereka. Kelembutan berarti memberikan sukacita dan membangkitkan di dalam diri orang lain sukacita merasa dikasihi, disayangi dan dilindungi. Kelembutan diungkapkan khususnya dengan memperhatikan penuh kasih dalam menghadapi keterbatasan orang lain, terutama ketika keterbatasan itu tampak dengan jelas. Menghadapi dengan kelembutan dan hormat berarti menyembuhkan luka-luka dan memulihkan harapan serta menghidupkan kembali kepercayaan dalam diri orang lain. Kelembutan dalam relasi keluarga merupakan keutamaan harian yang membantu mengatasi konflik-konflik pribadi dan dalam hubungan dengan orang lain. Keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh masyarakat[5] dan hanya di dalam keluarga diletakkan dan dikokohkan dasar pendidikan sosial, kemanusiaan dan ekologi yang kelak menghasilkan generasi yang memiliki rasa sosial dan kemanusiaan yang tinggi serta peduli terhadap alam dan ciptaan lainnya.

Meskipun harus diakui bahwa masalah dan tantangan utama yang dihadapi keluarga masa kini adalah mendidik anak-anak, yang dibuat lebih menantang dan kompleks oleh kenyataan budaya saat ini dan pengaruh besar media. Namun entah bagaimana pun juga harus diusahakan, karena melalui peran keluarga seseorang diajarkan bagaimana mencintai lingkungan, merawatnya dan menggunakannya secara bijaksana. Pada masa ini peran keluarga dalam hal pendidikan sosial-humanitas dan ekologi sangat menentukan dan sangat strategis. Oleh karena itu kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai peluang besar di balik dampak buruk pandemi Covid-19.

Jika selama ini nampak terjadi pelemahan terus-menerus peran orangtua dalam pendidikan karena kehadiran media secara massif dan invasif dalam keluarga, sekaligus kecenderungan untuk mendelegasikan atau memberikan peran tersebut kepada pihak ketiga seperti para guru di sekolah, asisten rumah tangga atau kepada kakek-nenek mereka, tidak boleh terjadi lagi. Kesempatan ini harus digunakan untuk mereposisi peran keluarga yang menjadi sel utama sebuah masyarakat. Jika sel-sel utama ini menjadi baik, maka masyarakat menjadi baik, jika masyarakat menjadi baik sebuah negara akan baik, maju dan berkembang ke arah yang lebih baik. Semoga pendemi Covid-19 membawa dampak terbaik bagi keluarga-keluarga untuk memulai sebuah dunia yang syarat dengan nilai-nilai sosial, nilai-nilai kemanusiaan dan ekologi.

 

Daftar Bacaan



[1] Soerjani, Muhamad, Prof. Dr. 2019. Modul Ekologi dan Alam Semesta, Jakarta: Universitas Terbuka

[2] Pope Francis. 2020. Humana Communitas in the Age of Pandemic: Untimely Meditations on Life’s Rebirth. Vatikan: Pontifical Academy of Life

[3] Romano Guardani, Das Ende der Neuzeit, 72 (The End of the Modern World, 65-66)

[4] Paus Yohanes Paulus II. 1981. Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Wali Gereja Indonesia

[5] Pernyataan “Gravissimum Educationis” tentang Pendidikan Kristiani, art. 23


0 komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini