Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Minggu lalu kita sudah berbicara tentang sikap berlutut, menebah dada dan menundukkan kepala. Hari ini kita berbicara khusus membungkuk.
Telah
disampaikan minggu lalu bahwa Liturgi Gereja Katolik bukan hanya soal doa atau
kata-kata yang diucapkan, tetapi juga melibatkan tubuh kita sebagai bentuk
ungkapan iman. Sikap tubuh dalam liturgi mengungkapkan hati dan jiwa yang
berdoa.
Sikap
membungkuk merupakan tanda penghormatan, penyerahan diri, dan kerendahan hati
di hadapan Allah atau terhadap hal-hal suci. Cara melakukannya juga kita harus
lakukan dengan hikmat, tidak terburu-buru, namun kita lakukan dengan kesadaran
dan penghayatan penuh. Sepeprti dikatakan oleh Paus Benediktus XVI, “Gerakan
tubuh dalam liturgi bukanlah hiasan luar, melainkan bagian dari dialog kasih
antara Allah dan umat-Nya.” - The Spirit of the Liturgy, Joseph Ratzinger
(Ignatius Press, 2000)
Oleh karena itu sikap membungkuk ini kita lakukan pada momen berikut ini:
- ketika mengucapkan "Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia" (untuk Syahadat Nikea), atau "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria" (untuk Syahadat Para Rasul).
- ketika Imam berlutut sesudah konsekrasi, dilakukan oleh mereka yang tidak berlutut pada saat konsekrasi.
Selain
itu kita juga membungkukkan badan ketika kita menghadap altar atau tabernakel,
dimana Sakramen Mahakudus ditakhtakan. Melalui sikap ini, kita diajak untuk
mengakui kehadiran Allah yang kudus, menyerahkan diri kepada-Nya, dan menyatu
dalam misteri suci yang dirayakan Gereja.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini