DEKORASI GEREJA

Perlu kita ketahui bahwa dekorasi gereja bukan sekadar hiasan luar yang memperindah bangunan, melainkan bagian dari perayaan iman yang membantu umat berjumpa dengan misteri Allah secara lebih dalam. Dalam liturgi Katolik, dekorasi liturgis memiliki makna simbolis yang mendukung suasana doa, penghormatan terhadap tempat kudus, dan penghayatan akan masa liturgi yang sedang dirayakan.

Gereja adalah Rumah Allah dan Tanda Misteri Ilahi. Gereja, secara arsitektural, adalah tempat kudus di mana komunitas beriman berkumpul untuk merayakan liturgi, khususnya Ekaristi. Oleh karena itu, tata ruang dan dekorasinya harus mencerminkan keagungan, kekudusan, dan keterarahan kepada Tuhan. Seperti dituliskan dalam PUMR No. 288, “Tempat ibadat tidak hanya harus layak dan pantas untuk doa, tetapi juga indah dalam kesederhanaannya sehingga dapat membangkitkan semangat khusyuk."

Dekorasi dalam gereja tidak boleh bersifat berlebihan, tidak mengalihkan perhatian dari misteri iman yang dirayakan, atau menjadi pusat perhatian melebihi altar dan Salib. Seperti dikatakan dalam Konstitusi Liturgi, “Tata ruang dan dekorasi hendaknya diarahkan pada perayaan iman, bukan sekadar estetika duniawi.” (Sacrosanctum Concilium no. 122–129). Prinsip dasarnya adalah:

·      Sakralitas, artinya dapat mengangkat hati kepada Allah

·      Keselarasan, artinya serasi dengan arsitektur dan tata ruang liturgi

·      Kesederhanaan dan Keagungan, artinya indah namun tidak mencolok

·      Tanda Liturgi, artinya menyampaikan makna masa atau pesta liturgis

Penggunaan bunga dalam liturgi adalah bagian penting dari dekorasi, tetapi harus dilakukan secara bijak. PUMR menyatakan: "Penggunaan bunga hendaknya bersahaja dan tidak berlebihan. Selama masa Prapaskah, tidak diperkenankan menghiasi altar dengan bunga, kecuali pada Hari Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV), Hari Raya dan Pesta." — PUMR no. 305

Ini menunjukkan bahwa ornamen seperti bunga dan kain altar adalah simbol masa liturgi, bukan dekorasi bebas. Warna kain liturgi (putih, ungu, hijau, merah, dll.) harus selalu sesuai dengan kalender liturgi.

Ikon, Patung, dan Salib. Patung para kudus, ikon, dan salib memiliki tempat penting dalam gereja, tetapi harus ditempatkan secara liturgis dan tidak menutupi pusat perhatian utama yaitu altar, ambo, dan tabernakel. Katekimus Gereja Katolik mengatakan, “Gambar-gambar kudus harus ditata sedemikian rupa agar tidak mengganggu penghayatan perayaan dan membantu umat berdoa.” (KGK no. 1181–1186).

Dekorasi Khusus dalam Masa Liturgi

Setiap masa liturgi memiliki corak dan nuansa yang berbeda, yang tercermin juga dalam dekorasi gereja:

·          Adven: Sederhana dan penuh harap; warna ungu, penggunaan bunga dibatasi

·          Natal: Penuh sukacita; dekorasi lebih kaya, terang dan hidup

·          Prapaskah: Sederhana, cenderung tanpa bunga, warna ungu; mengarah pada pertobatan

·          Paskah: Penuh cahaya, bunga melimpah sebagai simbol kebangkitan

·          Hari Raya Khusus (Maria, Para Kudus, dll): Boleh lebih semarak, tetap dalam kesopanan liturgis

Dapat kita simpulkan bahwa dekorasi gereja bukan untuk menyenangkan mata, melainkan untuk memperdalam iman. Gereja Katolik menghargai seni dan keindahan karena keduanya merupakan pantulan dari kemuliaan Allah. Namun, keindahan liturgi selalu tunduk pada aturan dan semangat liturgi itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini