Tentang sikap yang seragam dalam perayaan liturgi resmi Gereja, sering dipertanyakan mengapa itu penting? Jawabannya adalah agar seluruh umat yang merayakan liturgi dengan sikap yang sama dapat pula membangun sikap batin yang sama. Sebagaimana dalam Konstitusi Liturgi Nomor 30 dan juga dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) nomor 42 dikatakan: “Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula”.
Liturgi
Gereja Katolik bukan hanya soal doa atau kata-kata yang diucapkan, tetapi juga
melibatkan tubuh kita sebagai bentuk ungkapan iman. Sikap tubuh dalam liturgi
mengungkapkan hati dan jiwa yang berdoa. Tiga sikap ini, - berlutut, menebah
dada, dan menunduk, - memiliki makna tersendiri. Bunda Gereja mengajarkan bahwa
melalui tubuh, jiwa kita ikut mengungkapkan hormat, tobat, dan kerendahan hati
di hadapan Allah.
Sikap
Berlutut
Makna: Berlutut adalah
sikap penghormatan, penyembahan, dan kerendahan hati di hadapan Tuhan atau
ungkapan penyerahan diri total kepada Allah.
Dalam Katekismus Gereja
Katolik (KGK) 2703 dikatakan, “Dalam liturgi, hidup batin menyatakan dirinya
melalui tanda-tanda, gerakan, dan sikap tubuh.” Rasul Paulus kepada jemaat di
Filipi mengatakan, Sebab ada tertulis: Demi nama Yesus, bertekuk lututlah
segala yang ada di langit dan di atas bumi dan di bawah bumi” (Flp 2:10).
Berarti berlutut itu adalah sutu sikap penyembahan.
Dalam liturgi khususnya dalam perayaan Ekaristi, umat berlutut ketika:
- menyatakan Tobat, sebagai tanda tobat dan penyesalan serta sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.
- mengucapkan "... Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia (untuk Syahadat Nikea), atau "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria" (untuk Syahadat Para Rasul), khusus pada Hari Raya Kabar Sukacita (25 Maret) dan pada Hari Raya Natal.
- pada saat konsekrasi dalam Doa Syukur Agung, atau sejak sesudah Kudus sampai akhir Doa Syukur Agung.
- mempersiapkan diri pada waktu sebelum menerima komuni, dan meresapkan kehadiran Tuhan Yesus di dalam hati pada waktu sesudah komuni, sebagai sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.
Menebah
Dada
Menebah dada adalah tanda penyesalan dan pengakuan dosa pribadi. Dengan ini
menyatakan bahwa kita sadar akan kelemahan dan membutuhkan belas kasih Allah.
KGK
1431, mengatakan, “Pertobatan batin adalah suatu dinamika ‘hati yang remuk
redam’” (bdk. Mzm 51:19). Juga kita ingat si pemungut cukai dalam Injil: “Tetapi
pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke
langit, melainkan ia menebah dadanya dan berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku
orang berdosa ini’” (Luk 18:13). Maka sikap ini kita lakukan ketika mengucapkan
kata-kata "... saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa
..." pada pernyataan Doa Tobat Saya Mengaku (Ritus Pembuka.
Menundukkan kepala
Menunduk adalah sikap hormat dan sembah sujud. Ini adalah tanda kerendahan diri dan penghormatan terhadap kehadiran Allah. Sikap ini kita lakukan pada saat menerima berkat sebagai tanda kesediaan dan kerendahan hati.
Jadi
melalui sikap tubuh, kita menyelaraskan batin dan raga dalam Liturgi, Gereja
mengajarkan bahwa liturgi adalah tindakan umat Allah secara keseluruhan: jiwa,
pikiran, dan tubuh. Maka, setiap gerakan - sekecil apa pun - memiliki makna dan
harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan hormat.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini