Kembalilah hai anak-anak manusia!

Kembalilah hai anak-anak manusia!

Selain dalam Mazmur 90:10, dalam kitab Kej 5:1-32 juga dibicarakan tentang umur manusia. Namun dua perikope ini mempunyai perbedaan yang sangat besar. Perbedaan itu sekurang-kurangnya dari segi angka (jumlah) tahun umur manusia. Dalam Mazmur 70 tahun, bila kuat 80 tahun. Sementara dalam perikope Kejadian 5:1-32, kita terheran-heran dan menggeleng-geleng kepala. Mengapa tidak? Karena disana kita membaca ada orang yang umurnya mencapai 969 tahun.

Bisa kita bayangkan apa yang kira-kira akan terjadi bila di zaman kita ini ada orang yang hidup sampai umur 969 tahun. Bisa jadi orang itu bosan hidup, atau ada orang bosan melihat dia. Karena belum sepersepuluh umurnya dia sudah dipensiunkan oleh pemerintah. Saya yakin kalau memang rata-rata orang berumur panjang, seperti ditulis dalam Kejadian 5, pemerintah akan membuat UU baru mengenai kepegawaian: kapan dia pensiun, umur berapa baru bisa diterima jadi pegawai dll.

Atau juga mungkin orang yang sudah berumur 200 tahun baru berkenalan dengan seseorang dan kemudian saling menerimakan sakramen perkawinan. Kalau untuk kita sekarang, jangankan 200 tahun, pada umur 100 tahun pun, tenaga hanya cukup untuk bisa membuka kelopak mata saja, apa lagi untuk melamar seseorang, pasti sudah tidak mungkin.

Kitab Suci Salah?

Kalau begitu, kita pantas mempertanyakan kitab suci. Siapa yang bisa dipercaya, apakah Kejadian atau Mazmur atau justru kenyataan zaman kita: umur rata-rata manusia sekarang 60 tahun. Itu berarti ada tiga versi panjangnya umur manusia.

Umur panjang para nenek moyang yang hidup ratusan tahun bahkan mendekati seribu tahun itu, sudah banyak orang meragukannya dengan mengatakan bahwa tidak mungkin ada orang yang mencapai umur 969 tahun. Atau kemungkinan besar kalender yang mereka pakai waktu itu sangat berbeda dengan kalender yang kita pakai sekarang,dengan kata lain kalender mereka lebih pendek. Untuk mereka yang satu hari bukan 24 jam, mungkin hanya 4 jam saja.

Terlepas dari benar tidaknya ada orang yang mencapai umur 969 tahun, tetapi satu hal yang perlu kita sadari adalah kitab suci bukanlah terutama sebagai buku sejarah, melainkan BUKU IMAN. Itu berarti tidak semua berita atau peristiwa yang tercatat dalam kitab suci dapat dilihat sebagai berita dan peristiwa historis, melainkan harus dilihat sebagai berita dan peristiwa yang maknaniah. Kita harus mampu melihat pesan dan sabda Allah dalam semua berita dan peristiwa itu.

Oleh karena itu, kitab Mazmur dan Kejadian sebenarnya tidak saling bertentangan. Walaupun mereka mencatat angka yang berbeda, tetapi melainkan mereka sama-sama menyampaikan satu hal yang sama, yang tidak berbeda juga dengan kenyataan sekarang.

Mari membaca Mzm 90: 3 disitu dikatakan, “Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: “Kembalilah, hai anak-anak manusia!”” Jadi satu kata kunci: kembalilah anak-anak Adam! Dari segi bahasa, kata kembalilah, merupakan permintaan tetapi sekaligus perintah. Perintah hanya bisa berasal dari sesuatu yang lebih tinggi dari kita. Maka kata kembalilah, disini adalah perintah yang harus dituruti oleh manusia: Kembalilah! Artinya waktumu sudah selesai, sekarang kembalilah dimana engkau berasal.

Namun dalam Kejadian dikatakan: “Pada umur sekian, si Anu menikah dan memperanakkan Si Ano, Si Anu hidup 500 tahun lagi setelah itu, lalu ia mati. Si A memperanakkan si B dan pada umur sekian memperanakkan anak laki-laki dan perempuan, dan si A hidup 100 tahun lagi, lalu ia mati.” Jadi ada kata kunci: Lalu ia mati. Jadi berapa pun umurnya pada ujungnya mati juga, game is over. Dia mendapat perintah untuk kembali dan perntah itu tak terbantahkan.

Jadi baik Mazmur, baik kejadian maupun kenyataan duania kita sekarang ini, sama-sama mengatakan bahwa semua manusia pada akhirnya mendapat perintah untuk KEMBALI dan dengan perintah kembali itu manusia MATI. Dari tanah kembali ke tanah, dari Allah kembali kepada Allah.

Sikap menghadapi kematian

Kita sebagai orang Krsiten tidak pantas berlarut-larut dalam kesedihan, karena walau bagaimanapun kita menjaga kesehatan, seberapa pun umur kita, pada akhirnya kita akan mati. Dan itu dialami oleh semua manusia, laki-laki atau perempuan. Namun ada satu jaminan bahwa kita akan kembali kepada Dia dan akan menuju kehidupan baru. “Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengutus PuteraNya ke dunia ini supaya tidak seorangpun yang binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Jadi kembalilah hai anak manusia ke hidup yang kekal, kembali kepada Allah dari mana engkau berasal.

Memang secara manusiawi wajar bila kita bersedih, apalagi yang meninggal adalah ibu kita, yang membesarkan kita. Kita bersedih karena beberapa alasan:

  • Mengenang masa lalu yang indah, ketika kita disusui, dimanja dll;
  • Mendapat petunjuk dan nasehat demi kebaikan kita;
  • Hal yang paling mendasar, yang membuat kita sedih, kita masih ingin membalas kasih sayang kepada orangtua kita, yang dulu sudah ia berikan kepada kita.

Namun sebagai seorang beriman kristiani, kita tidak boleh lalrut dalam kesedihan, apalagi sampai menyesalinya dengan mengatakan “harumani sa’e, maifu tö na sa mena’ö”. Mengapa?

  • Karena kematian itu merupakan pintu ke kehidupan abadi. Suatu kehidupan baru bersama dengan Allah kita, pencipta kita darimana kita berasal. Tak seorang pun akan bisa masuk ke kehidupan kekal tanpa mati secara badani.
  • Ingat akan kedua kata kuci: Lalu Ia Mati – Kembalilah!

Lagu bagaimana sebaiknya kita bersikap? Sebagai orang beriman tentu kita harus mengikhlaskan ibu kita menerima perintah untuk kembali. Mari kita mendoakannya agar segala dosa dan kesalahannya diampuni oleh Tuhan dan memperhitungkan segala kebaikan hatinya sebagai sesuatu yang meringankan hukuman akibat luka-luka dosa itu. Tetapi yang paling penting adalah menyadari kematian kita sendiri dan menghitung-hitung tahun kehidupan kita, dan mengisi sisa umur itu untuk berbuat sesuatu yang lebih baik.

Untuk menutup renungan ini saya akan menceritakan sebuah cerita: Diceriterakan di sebuah kampung, ada seorang ibu paruh baya yang ditinggal mati oleh suami tercinta. Saking cintanya kepada suminya, sang istri ini mengawetkan jenazah suamiya dan menggantungkannya di langit-langit kamar tidur mereka dan setiap hari menangisinya. Namun beberapa waktu kemudian dia mendengar bahwa ada seorang bijak sekaligus sakti yang mampu menghidupkan orang mati.

Karena cinta akan suami, sang istri bangkit dengan penuh semangat menemui sibijak-sakti itu. Tanpa basa-basi sang istri bertanya, “Saya dengar bapak bisa menghidupkan orang mati, tolonglah hidupkan kembali suami saya.” Si bijak-sakti menjawab, “Itu memang benar dan menghidupkan suamimu juga merupakan hal yang gampang. Tetapi ada ramuannnya”. Dengan tidak sabar istri langsung menyela, “Apa ramuannya pak?” Si bijak-sakti menjawab, “Gampang saja, cuma bawang merah dan bawang putih dan merica dari dapur orang lain yang tidak pernah ada anggota keluarganya yang meninggal.” Dengan semangatnya istri itu mengatakan: “Saya akan segera membawakannya”. Namun dari pintu ke pintu rumah tetangga, dari kampung yang satu ke kampung yang lain, istri memang mendapatkannya, tetapi tidak bisa diambil sebgai ramuan karena mereka semua mengaku bahwa pernah ada anggota keluarga yang meninggal. Dalam kekecewaan, si istri sampai pada kesadaran bahwa bukan hanya dia yang mengalami kematian semacam ini, semua orang, semua keluarga. Maka dia segera pulang dan menguburkan suaminya.

Bapak/Ibu/Sdra/sdri, kita semua adalah manusia yang berasal dari debu dan akan kembali kepada debu dan Tuhan akan memberi perintah yang sama pada waktunya: Kembalilah anak-anak adam!. Mari kita menyiapkan diri untuk menerima dan menjalankan perintah itu. Amin

0 komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini