Pendahuluan
Indonesia masih terkenal sebagai negara korup, baik di tingkat Asia maupun tingkat dunia. Menurut Transparency International Indonesia (TII) yang dipublikasikan pada tahun 2020 indeks persepsi korupsi Indonesia berada pada skor 40 (dari rentang skor 0 – 100) dan ranking 85 dari 180 negara yang disurvei. Kita bisa melihat setiap hari media massa di Indonesia memberitakan tentang kasus korupsi yang melibatkan banyak pejabat negara dan kroni-kroninya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun kewalahan menangani para koruptor itu. Korupsi adalah salah satu wujud perbuatan atau perilaku tidak jujur.
Makna Kejujuran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis, jujur berarti tidak curang dan tidak berbohong. Jujur juga kerap diartikan satunya kata dengan perbuatan. Apa yang ada dalam hati sama dengan apa yang dikatakan. Oleh karena itu makna kejujuran dapat disebut antara lain:
- Kejujuran dapat menjadi modal untuk perkembangan pribadi dan kemajuan kelompok. Orang yang jujur akan sanggup menerima kenyataan pada diri sendiri, orang lain dan kelompok. Sikap ini dapat membawa banyak perkembangan pribadi dan kelompok.
- Kejujuran menimbulkan kepercayaan yang menjadi landasan pergaulan dan hidup bersama. Tanpa kejujuran orang tidak dapat bergaul dan hidup secara wajar.
- Kejujuran dapat memecahkan banyak persoalan. Baik persoalan pribadi, persoalan kelompok, masyarakat, maupun negara. Jika kita berpolitik secara jujur, membangun hidup ekonomi secara jujur, berbudaya secara jujur, maka krisis multidimensi dapat teratasi.
Bentuk-Bentuk Ketidakjujuran
- Ketidakjujuran di bidang politik. Penguasa dapat bersikap curang dan korup untuk kepentingan diri dan golongan; memanipulasi undang-undang dan peraturan; menggunakan agama untuk kepentingan politik, dsb. Sementara itu, rakyat jelata yang menghadapi kekuasaan yang sewenang-wenang akan bersikap munafik, formalitas, ABS, dsb.
- Ketidakjujuran di bidang ekonomi. Penguasa dan pengusaha akan bersikap korup membuat mark up, kredit macet, menggelapkan uang negara, menyusun proyek fiktif, dsb. Rakyat berusaha untuk menyogok, bersikap ABS, menipu, dsb.
- Ketidakjujuran di bidang budaya/Pendidikan. Penguasa merekayasa pendidikan, termasuk undang-undangnya. Fanatik budaya daerah tertentu dan mendiskreditkan budaya daerah lain. Rakyat dan anak didik akan bersikap formalitas, munafik, dsb.
Alasan dan Akar Ketidakjujuran
- Alasan ketidakjujuran di bidang politik tentu saja keserakahan pada kekuasaan. Kekuasaan seperti opium, orang terdorong untuk menambahkan kekuasaan atau mempertahankannya, apa pun taruhannya. Tujuan (kekuasaan) dapat menghalalkan segala cara. Sementara bagi rakyat kecil ketidakjujuran terpaksa dilakukan demi rasa aman.
- Alasan ketidakjujuran di bidang ekonomi adalah keserakahan pada materi, harta, khususnya pada uang. Uang menjadi dewa baru bagi manusia zaman ini, yang sudah hanyut dalam budaya konsumerisme dan hedonisme. Uang dapat membeli apa saja, termasuk kejujuran. Sementara bagi rakyat kecil ketidakjujuran terpaksa dibuat demi untuk mempertahankan hidup.
- Alasan ketidakjujuran di bidang budaya mungkin adalah demi harmonisasi palsu. Orang bersopan santun hanyalah formalitas dan munafik demi harmonitas palsu itu.
Akibat dari Ketidakjujuran
Untuk para pelaku: Walaupun ia hidup berkelimpahan dan senang, tetapi belum tentu bahagia, hati nurani tidak berfungsi (mati) jika ketidakjujuran dilakukan berulang-ulang, kemerosotan moral dan kepribadiannya. Mungkin saja suatu saat ketidakjujuran akan terbongkar dan ia serta keluarganya akan menderita.
Untuk masyarakat luas: Ketidakjujuran merupakan salah satu akar dari berbagai krisis multi dimensi seperti yang dialami negeri kita. Karena ketidakjujuran (dan ketidakadilan), kita mengalami krisis di bidang politik/hukum, ekonomi, lingkungan hidup, budaya, dsb
Ajaran Kitab Suci
Secara khusus Yesus menasihatkan kepada kita supaya kita tidak bersumpah palsu: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan. Tetapi Aku berkata kepadamu, janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakinya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar. Janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun. Jika ‘ya’, hendaklah kamu katakan ‘ya’, jika ‘tidak’, hendaklah kamu katakan ‘tidak’. Apa yang lebih dari itu berasal dari si jahat (lih. Mat 5: 33-37).
Jadi katakana saja sesuai keadaan yang sebenarnya. Entah orang lain percaya atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting kita bisa aman dengan hati nurani kita. Mari kita menjadi orang-orang yang jujur di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Semoga Tuhan menolong kita!