NGACA DULU ... !


No body is perfect
Tidak ada seorang pun yang sempurna. Begitulah sebuah frasa yang kiranya mengajak setiap manusia menyadari betapa dirinya tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan. Kekurangan itu bisa berupa fisik, materi dan bisa juga yang bersifat rohaniah. Meskipun Nampak dia hampir memiliki segalanya, tetapi paling sedikit ada satu yang tidak dimilikinya. Pokoknya yang namanya manusia yang menghuni planet ketiga dari matahari ini pasti ada kekurangannya.

Namun pada kenyataannya betapa sering manusia menghina dan menghujat orang lain. Memang selalu ada alasan untuk merendahkan atau menghujat orang lain: mulai dari tutur kata yang tidak sopan, ketidakpatuhan pada aturan atau ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar atau perbuatan lain yang dianggap sebagai penyimpangan dari norma sosial, agama dan budaya yang dianut oleh suatu masyarakat. Memang diakui bahwa semua hal yang baru saja disebut adalah sesuatu yang tidak pantas dilakukan dan diharapkan jauh dari peradaban mansia. Namun bukan berarti dengan demikian serta-merta kita mendapat tiket gratis untuk merendahkan, menghina atau menyakiti hati mereka.

Puluhan tahun yang lalu penyanyi kondang Ebiet G. Ade mengajak orang untuk bercermin dan introspeksi diri dengan lirik lagunya “tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat”. Potongan lirik itu sungguh sebuah ajakan kepada manusia agar lebih banyak memperbaiki diri sendiri daripada berusaha memperbaiki orang lain. Memang semut di seberang lautan lebih tampak sementara gajah di pelupuk mata tersembunyi.

Demikianpun di zaman Yesus ketika seorang perempuan sundal tertangkap dan dibawa ke hadapannya untuk dirajam. Rajam adalah salah satu hukuman mati bagi orang Yahudi dengan cara dilempari dengan batu sampai yang bersangkutan mati. Namun sebelum dihukum mati orang Yahudi bertanya kepada Yesus bagaimana pendapat-Nya. Dengan kebijaksanaan-Nya Yesus mengatakan kepada mereka agar siapa pun di antara mereka yang tidak memiliki dosa hendaklah ia menjadi orang pertama yang melempari perempuan sundal itu dengan batu. Apa yang terjadi? Seorang pun tidak ada yang melempari perempuan itu dengan batu, malah satu per satu dari orang yang sudah berkumpul, mulai dari yang tertua, pergi meninggalkan perempuan itu. Berarti artinya Yesus membuka tabir yang menutup mata dan hati mereka agar mereka dapat melihat bahwa mereka juga sebenarnya bersundal, hanya saja dengan cara dan bentuk yang lain. Bisa jadi itu melakukan korupsi, memeras orang-orang kecil, mengambil hak orang lain, tidak menghormati dan merawat orangtua, mencuri, merampok dan sebagainya. Makanya tidak ada satupun yang melempari perempuan sundal itu, karena semua berdosa.

Lalu apakah dengan demikian kita menjadi bebas melakukan kesalahan karena toh kita ini lemah dan tidak sempurna? Tidak juga demikian! Setiap manusia harus selalu berusaha memperbaiki dirinya agar selalu berkenan di hadapan Dia yang telah mencipatakan bumi dan segala isinya. Setiap kali jatuh dalam dosa dan kesalahan, setiap kali itu juga manusia harus bangkit dan menata kembali hidupnya. Yang mau dikatakan di sini adalah menyadarkan dan mengajak kita semua agar lebih berusaha memperbaiki diri kita sendiri daripada berusaha memperbaiki orang lain.

Sejalan dengan itu sebuah tulisan di makam seorang uskup Anglikan di The Collegiate Church of Saint Peter, Wesminster, yang lebih dikenal dengan Westminster Abbey London. Untuk diketahui Gereja ini adalah tempat tradisional penobatan raja dan ratu Inggris dan juga pemakaman mereka dan tempat ini juga ditetapkan sebagai situs Warisan dunia oleh UNESCO pada tahun 1987, bersama dengan Istana Westminster dan Gereja Saint Margaret's. Di batu nisan makam itu tertulis sebuah cerita tentang seorang pria yang ingin mengubah dunia. Tulisan itu sebagai sebagai berikut:

"Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.

Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku.

Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Ternyata aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.

Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini."

Kisah ini sekali lagi ingin menyadarkan kita untuk tidak lebih ingin memperbaiki apa yang kurang terhadap orang lain dan dunia sekitar kita dan merasa kita sudah sempurna dan tidak perlu untuk diperbaiki. So jika anda ingin menghina atau menghujat orang lain atau hendak merendahkan mereka karena kesalahan atau kekurangan yang mereka lakukan, tolong pastikan bahwa anda sempurna.


0 komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini