Di planet bumi ini terdapat sekurang-kurangnya dua bahasa yang dapat dimengerti oleh setiap suku dan ras. Yang satu bahasa menangis dan kedua bahasa tertawa. Orang menangis jika dia merasa sedih dan tertawa jika merasa senang atau bahagia. Hal itu dilakukan oleh semua manusia dan dimengerti oleh manusia lain di belahan bumi manapun. Bila diarahkan kepada orang lain, senyuman atau tawa dimengerti sebagai bahasa sapaan, penerimaan dan ungkapan persahabatan serta persaudaraan, sementara tangisan merupakan ungkapan rasa haru, iba dan tanda empati yang dalam terhadap sesama.
Meskipun
ada kasus tertentu yang harus dikecualikan, seperti tangisan haru bahagia menyaksikan
orang yang dikasihi sukses meraih cita-citanya, tetapi sungguh-sungguh dua hal
ini menjadi bahasa yang sangat sederhana yang kiranya digunakan dan dimengerti
oleh semua spesies sapiens dalam genus homo.
Dua hari
yang lalu umat Kristiani merayakan hari Raya Pentakosta, - hari turunnya Roh
Kudus atas Para Rasul. Menurut kalender liturgi gereja Katolik, hari raya Pentakosta
merupakan akhir dari masa paska, dan sesudahnya akan memasuki masa biasa.
Bacaan-bacaan
pada hari raya ini sangat menarik untuk dicermati, karena penulis menceritakan
sesuatu peristiwa yang luar biasa dengan cara yang cukup dramatis, utamanya
bacaan pertama dari Kisah Para Rasul (2:1-13). Injil pada hari ini seolah-olah
kalah menarik dari bacaan I, karena sungguh hari raya ini dinamai pentakosta
dan bacaan pertama dalam hari minggu ini berkisah mengenai peristiwa pentakosta.
Ini sedikit kurang biasa, karena pada umumnya semua bacaan akan mencapai
puncaknya dalam bacaan Injil.
Dalam
kisah sebelumnya diceriterakan bahwa para murid Yesus menutup diri karena
mereka takut, bimbang karena Yesus tidak ada lagi bersama mereka. Mereka
seperti kehilangan kepercayaan diri untuk tampil dan menggantikan peran Yesus
setelah kenaikannya ke surga. Memang di satu pihak amat dimaklumi mengapa para
murid ini seperti kurang percaya diri dan tidak tampil dengan gagah berani dan
berorasi untuk mewartakan kebangkitan Yesus atau menyampaikan protes kepada
pemerintah (=penjajah) Romawi dan pemuka agama Yahudi mengapa Yesus yang tidak
bersalah itu dihukum mati di salib. Hampir semua para murid memang hanyalah
orang-orang biasa, para nelayan dan tidak digolongkan dalam kalangan orang
terpelajar.
Hal itu
semua ditampilkan oleh para penulis injil dengan amat natural, sudah sejak awal
mula penderitaan Yesus di malam perjamuan terakhir. Segera setelah Yesus ditangkap
para orang-orang sederhana ini melarikan diri (Mrk: 14:50-51) bahkan murid yang
dianggap paling dipercayai oleh Yesus menyangkal Dia dan hanya melihat Yesus,
sang Guru, ditangkap dan dibawa di depan pengadilan dari jauh (lih. Mrk 14:54
dst).
Peristiwa
pentakosta menjadi ceritera yang amat luar biasa karena peristiwa itu sungguh
membuat keadaan berubah total. Para murid menjadi berani dan bersemangat. Dengan
daya Roh Kudus orang-orang datang berkumpul dari berbagai suku dan bahasa datang
untuk mendengarkan mereka. Dan suatu peristiwa yang luar biasa terjadi, orang-orang
yang datang dari berbagai latar belakang bahasa itu dapat mengerti apa yang oleh
murid-murid Yesus sampaikan. Bagaimana bisa kita mendengar mereka dalam bahasa
kita masing-masing? Bukankah mereka ini orang Galilea?
Peristiwa
itu mau mengatakan bahwa karena karya dan daya kekuatan Roh Rudus orang-orang
dapat saling mengerti. Petrus tetap berbicara dalam bahasa yang digunakannya
setiap hari, tetapi setiap orang yang mendengarnya seperti Petrus berbicara
dalam bahasa mereka sendiri. Mungkin persis seperti teknologi Smart Translator
yang dua tahun lalu telah dipamerkan dalam ajang pameran Global Sources Consumer Electronics di
Hong Kong. Seseorang dapat berbicara dalam bahasa apapun dan alat yang
sudah dibekali dengan artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang luar biasa
itu akan menerjemahkannya dengan dalam waktu yang amat singkat secara presisi
dalam bahasa yang dimengeri atau dikehendaki oleh penggunanya. Sungguh amat
luar biasa!
Oleh penulis Injil Lukas mengartikan peristiwa Pentakosta
sebagai antiklimaks dari peristiwa Menara Babel, sebagai pemulihan kesatuan bahasa yang telah rusak pada saat itu. Kalau dalam kisah Menara Babel
bahasa menjadi kacau dan orang-orang tidak lagi saling mengerti satu sama lain
sehingga karena kacaunya komunikasi itu tujuan pembuatan menara yang menembus
langit tidak tercapai. Tetapi sebaliknya peristiwa pentakosta menjadikan
orang-orang saling mengerti satu sama lain.
Hal ini lebih dari cukup untuk menegaskan bahwa
bahasa Roh adalah bahasa yang dapat dimengerti, bukan bahasa yang tidak bisa
dipahami yang diucapkan oleh seseorang dalam keadaan tidak sadar sambil mulut
berbusa. Ini perlu dipertegas karena sebagian kelompok orang beriman kristiani
melakukan dan merindukan praktik-praktik tertentu atau ibadat tertentu yang
membawa orang dalam suasana ekstasi kemudian mulai kesurupan dan berbicara dalam
bahasa yang tidak seorang pun dapat mengerti. Meskipun itu tidak serta merta
dapat dikatakan bukan berasal dari Roh Kudus, tetapi praktik-praktik semacam
itu akan menyamarkan makna bahasa roh yang sesungguhnya.
Memang glossolalia (istilah yang sering diartikan
sebagai bahasa roh, meskipun secara etimologis kurang pas) merupakan gejala
yang sering terjadi dalam umat purba, yang kiranya merupakan suatu yang biasa
terjadi dalam umat Israel yang dipercaya sebagai gejala kenabian (lih.
Bil 11:25-29; 1Sam 10:5-6). Oleh karena sulit dimengerti maka rasul Paulus tidak
begitu menganjurkan itu dan menekankan karya nyata agar tidak menimbulkan kesalahpahaman
dalam kelompok umat beriman (bdk. 1 Kor 14:1-25).
Oleh karena itu bahasa Roh harus dilihat sebagai bahasa yang dimengerti dan membawa kebahagiaan dan semangat bagi para pendengarnya sehingga dapat melakukan karya nyata berkat daya Roh Kudus itu. Bukan bahasanya bahasa Roh namun minim atau nihil dalam aksi nyata, sebab jika demikian kita hanya ibarat gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing, tidak akan banyak faedahnya (Lih. 1 Kor 13:1-19). Jadi mana yang lebih baik: Mampu berbahasa Roh atau mampu melakukan karya Roh? Pilihan di tangan kita semua!
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini