Upah yang rendah masih menjadi kenyataan bagi banyak pekerja di berbagai sektor, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, baik dalam badan usaha milik permerintah maupun perorangan atau swasta. Sistem upah yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga secara layak bertentangan dengan prinsip keadilan sosial.
Dalam ajaran sosial Gereja
Katolik, lebih khusus ensiklik Laborem Exercens yang diumumkan oleh Paus
Yohanes Paulus II pada tahun 1981. Dokumen tersebut menegaskan bahwa, "Upah
yang adil bagi kerja orang dewasa yang bertanggung jawab atas keluarga berarti
imbalan yang memadai untuk mendirikan dan menghidupi keluarga secara wajar, dan
untuk menjamin masa depannya."
Realitas di lapangan menunjukkan
bahwa upah minimum yang diterima oleh banyak pekerja seringkali tidak memadai
untuk memberikan kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka. Ketika
upah yang diterima tidak mencukupi untuk kebutuhan pokok seperti pangan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan, pekerja dipaksa hidup dalam kondisi yang
jauh dari ideal. Kondisi ini tidak hanya menghambat kesejahteraan keluarga,
tetapi juga bertentangan dengan martabat manusia yang seharusnya dihormati dan
dijunjung tinggi dalam setiap sistem ekonomi. Dignitas humana, martabat
manusi, adalah prinsip utama yang harus ditegakkan dalam kebijakan upah.
Selain Gereja Katolik pemerintah juga
telah berusaha mengeluarkan berbagai peraturan untuk melindungi hak-hak
pekerja, termasuk pengaturan upah minimum yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Peraturan ini menetapkan bahwa
upah minimum ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dari
pembayaran upah yang tidak layak. Prinsip ini serupa dengan apa yang ditegaskan
oleh Paus Yohanes Paulus II, di mana upah yang diterima pekerja harus
mencerminkan kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan keluarganya. Namun, dalam
kenyataannya, banyak perusahaan yang masih membayar pekerja di bawah standar
ini, mengabaikan peraturan yang berlaku dan merampas hak pekerja untuk hidup
layak, tidak terkecuali dalam unit-unit usaha milik Gereja sendiri.
Sesungguhnya Ensiklik Laborem
Exercens dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut juga
mengatur mengenai kewajiban pemberi kerja untuk memberikan upah yang sesuai
dengan kemampuan produktivitas dan kebutuhan hidup layak para pekerja. Sehingga
kalau itu hal itu tidak dipedulikan, maka sama saja dengan tidak mengindahkan
kehendak Tuhan dan dapat mendatangkan amarah dari Dia sang Pemberi kerja kepada
manusia. "Sesungguhnya telah terdengar teriakan orang-orang yang
mengerjakan panenmu, yang kau tahan upahnya, dan seruan mereka telah sampai ke
telinga Tuhan semesta alam." (Yakobus 5:4). Menahan upah yang pantas,
atau membayar upah yang tidak layak, adalah pelanggaran serius terhadap
keadilan dan martabat pekerja, seperti yang dinyatakan dalam ayat ini.
Sistem upah yang tidak adil
menciptakan ketidaksetaraan sosial yang tajam, yang berpotensi memperlebar
jurang antara si kaya dan si miskin. Ketiadaan upah yang layak sering memaksa
pekerja untuk melakukan pekerjaan tambahan atau bekerja lebih lama, bahkan
memaksa anggota keluarga lain, termasuk istri dan anak-anak, untuk bekerja demi
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip
Laborem Exercens yang menginginkan agar satu gaji cukup untuk menopang keluarga
tanpa harus melibatkan istri atau anggota keluarga lainnya dalam pekerjaan
berpenghasilan di luar rumah.
Lebih jauh lagi, ketidakadilan
upah memperlemah tatanan sosial dan berpotensi merusak kohesi masyarakat.
Prinsip keadilan yang disebutkan dalam ensiklik tersebut mengajarkan bahwa upah
yang adil adalah bagian dari keadilan sosial yang lebih luas. "Iustitia
est fundamentum regnorum", keadilan adalah dasar dari pemerintahan
yang baik. Tanpa upah yang adil, keadilan sosial dan kesejahteraan umum tidak
dapat dicapai.
Untuk menciptakan sistem upah yang lebih adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan hukum, beberapa langkah dapat diambil, baik oleh pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat secara umum:
- Penguatan dan penegakan regulasi upah minimum. Dalam hal ini pemerintah harus secara konsisten menegakkan peraturan mengenai upah minimum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021. Hal ini dapat dilakukan melalui pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan, serta sanksi tegas bagi yang melanggar. Pekerja juga harus didorong untuk memahami hak-hak mereka terkait upah, dan pemerintah serta serikat pekerja harus menjadi jembatan untuk memperjuangkan hak-hak ini.
- Penyesuaian upah berdasarkan kebutuhan hidup layak. Upah minimum harus mencerminkan standar kebutuhan hidup layak yang sebenarnya. Pemerintah perlu melakukan penyesuaian secara berkala terhadap kebutuhan hidup layak dengan mempertimbangkan inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok, shingga pekerja dapat menikmati standar hidup yang layak, sebagaimana diamanatkan dalam regulasi dan ajaran moral yang menekankan bonum commune.
- Selain upah, pekerja juga membutuhkan akses yang lebih luas terhadap jaminan sosial, termasuk asuransi kesehatan, tunjangan keluarga, dan pensiun. Tunjangan-tunjangan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawab pekerja, seperti yang disebutkan dalam Laborem Exercens. Pro bono publico (demi kebaikan umum) harus menjadi prinsip utama dalam penyusunan kebijakan kesejahteraan pekerja.
- Serikat pekerja berperan penting dalam memperjuangkan keadilan upah. Dengan memperkuat posisi serikat pekerja, mereka dapat menegosiasikan upah yang lebih adil dan memperjuangkan hak-hak pekerja. Prinsip solidaritas sangat penting dalam hal ini, di mana pekerja harus bersatu dalam memperjuangkan kesejahteraan kolektif mereka.
- Badan-badan usaha perlu menyadari bahwa investasi pada kesejahteraan pekerja adalah investasi jangka panjang yang menguntungkan. Ketika pekerja diperlakukan dengan adil dan diberi upah yang layak, produktivitas dan loyalitas mereka akan meningkat, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi perusahaan itu sendiri. Filosofi bisnis yang berfokus pada kesejahteraan pekerja merupakan perwujudan dari prinsip "non sibi, sed omnibus", bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk kebaikan semua.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini