Bacaan I pada hari Minggu 3 November 2024, Minggu Biasa XXXI dalam Penanggalan Liturgi Gereja Katolik, diambil dari Kitab Ulangan 6:2-6 yang memuat tentang Shema Israel. “Shema Israel” adalah salah satu doa inti dalam tradisi Yahudi. Doa ini terkenal sebagai sebuah pernyataan iman yang dimulai dengan kata-kata, “Dengarlah, hai Israel!” (ayat 4), dan melambangkan inti ajaran monoteistik dalam kepercayaan Yahudi.
Shema Israel ditemukan dalam
Kitab Ulangan 6:4-9, sebagai bagian dari instruksi Musa kepada bangsa Israel
untuk tetap setia kepada Tuhan. Dalam konteks ini, Musa berbicara kepada bangsa
Israel yang baru saja mengalami pembebasan dari Mesir dan berada dalam
perjalanan menuju tanah perjanjian, tanah Kanaan. Musa menegaskan bahwa Tuhan
yang menyelamatkan mereka adalah Tuhan yang Esa, dan umat Israel harus
menjadikan Tuhan itu sebagai pusat dari seluruh hidup mereka.
Shema Israel dimulai dengan,
“Dengarlah, hai Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!” - šüma` yisrä´ël YHWH (´ädönäy) ´élöhêºnû YHWH (´ädönäy) ´ehäd. Kata “shema” sendiri berarti
“dengar” atau “perhatikan,” tetapi juga menyiratkan kesetiaan dan ketaatan
penuh terhadap perintah Tuhan. Sesungguhnya hal ini merupakan deklarasi iman
yang membedakan Israel dari budaya sekitarnya yang menganut politeisme. Dengan
Shema, umat Israel mempertegas keyakinan mereka pada Tuhan yang satu dan
keinginan untuk mengabdikan seluruh aspek kehidupan mereka kepada-Nya.
Shema Israel terdiri dari dua
bagian utama. Pertama adalah deklarasi Keesaan Allah: “Tuhan itu Allah kita,
Tuhan itu esa.” Pernyataan ini menegaskan monoteisme, bahwa Allah adalah
satu-satunya Tuhan yang harus disembah oleh umat Israel. Kedua adalah perintah
untuk mengasihi Allah. Ayat ini menuntut umat untuk mengasihi Allah dengan
seluruh hati (levavkha), jiwa (nafshekha), dan kekuatan (me’odekha).
Hati melambangkan pusat emosi, pikiran, dan niat manusia. Jiwa melambangkan
seluruh hidup atau keberadaan seseorang. Kekuatan dapat diartikan sebagai
segala hal yang dimiliki oleh seseorang, termasuk kemampuan fisik, sumber daya,
dan usaha.
Shema menjadi bagian penting dari
liturgi harian dalam tradisi Yahudi, diucapkan setiap pagi dan malam sebagai
pengakuan akan keesaan Tuhan. Orang-orang Yahudi diwajibkan untuk mengucapkan
Shema tidak hanya dalam doa, tetapi juga mengajarkan kepada anak-anak mereka,
menuliskannya di mezuzah (gulungan berisi ayat-ayat Taurat yang ditempelkan
pada pintu rumah), dan mengikatkannya di tangan serta di dahi melalui tefillin
(kotak kecil yang berisi ayat-ayat Taurat yang dikenakan pada waktu doa).
Praktik ini menunjukkan bahwa kepercayaan kepada Tuhan tidak hanya bersifat batiniah, tetapi perlu diekspresikan dalam tindakan sehari-hari. Shema mengingatkan orang Yahudi bahwa kasih kepada Tuhan tidak hanya ditunjukkan melalui kata-kata, tetapi juga melalui komitmen hidup yang nyata. Dengan mengucapkan Shema, mereka memperbarui iman dan dedikasi mereka kepada Tuhan setiap hari.
Bagaimana Shema Israel dalam Ajaran
Kristiani
Dalam pandangan Kristiani, Shema
Israel memiliki nilai yang amat penting karena doa ini bukan hanya mengingatkan
akan hubungan manusia dengan Tuhan yang satu, tetapi juga menjadi cikal bakal
ajaran Kristiani mengenai kasih kepada Tuhan dan sesama. Dapat dikatakan bahwa
Shema Israel menjadi dasar atas kedua hukum kasih yang menjadi hukum utama
Kristiani.
Ketika ditanya mengenai perintah
terbesar dalam hukum Taurat, Yesus mengutip Shema dan menambahkan perintah
untuk mengasihi sesama manusia, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (bdk. Mat 22:37-40; Mrk 12:29-31). Yesus memperluas
makna cinta kepada Allah dengan mewujudkannya dalam tindakan kasih kepada
sesama.
Harus diakui bahwa Shema Israel
merupakan pernyataan iman yang sangat kuat untuk mencintai Tuhan dengan segenap
hati, jiwa, dan akal budi. Shema mengajarkan konsep kasih yang total, yang
dalam teologi Katolik, diwujudkan melalui devosi kepada Tuhan dalam doa,
sakramen, serta dalam tindakan amal terhadap sesama.
Orang Katolik dapat menghayati
Shema melalui pengabdian yang penuh kasih dalam kehidupan sehari-hari, seperti
menghadiri Ekaristi, menjalankan doa harian, membaca Kitab Suci, serta terlibat
dalam kegiatan amal. Seperti halnya umat Yahudi yang mengucapkan Shema dua kali
sehari, umat Katolik diajak untuk berdoa dan melakukan refleksi rutin untuk
memperbaharui komitmen mereka kepada Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini