Setiap tanggal 2 November diperingati sebagai hari peringatan arwah semua orang beriman atau dikenal sebagai Hari Arwah. Hari ini adalah hari khusus dalam liturgi Gereja untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah melewati dunia ini dan sedang menjalani proses permurnian. Perayaan ini sesungguhnya memiliki akar yang kuat dalam sejarah Gereja dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Melalui perayaan ini, Gereja menegaskan keyakinannya pada persekutuan para kudus dan pentingnya mendoakan orang yang telah meninggal agar dosa-dosa mereka diampuni dan jiwa mereka diselamatkan.
Sejarah Peringatan
Arwah
Peringatan arwah
semua orang beriman pertama kali secara resmi diperkenalkan oleh St. Odilo,
seorang abbas biara di Cluny, Prancis, pada tahun 998. Meskipun dari sumber
lain mengatakan bahwa sudah sejak abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati
umat yang telah meninggal pada perayaan Pentakosta. Namun menjadi peringatan
umum baru sesudah diprakarsai oleh rahib Odilo. Sejak saat itu perayaan arwah
diadakan setiap tanggal 2 November di kalangan ordo Benediktin, biara
Carthusian, gereja Anglikan, dan sebagian gereja Lutheran.
Praktik ini
melambangkan pemahaman Gereja akan pentingnya persekutuan dengan mereka yang
telah meninggal. Memang Gereja sejak awal terbiasa mendoakan jiwa-jiwa umat
beriman yang telah meninggal, dan praktik ini tetap dilanjutkan untuk
menunjukkan kepedulian atas keadaan akhir mereka.
Perkembangan sejarah Gereja juga menunjukkan bahwa Hari Arwah memberikan umat kesempatan untuk merenungkan konsep dosa, keselamatan, dan penghakiman terakhir. Dalam Abad Pertengahan, perayaan ini bahkan menjadi momentum bagi umat untuk mengingat kematian (memento mori) dan mengarahkan hidup mereka sesuai dengan ajaran Kristus.
Perspektif Sosio-Antropologis
Secara sosiologis, hari
arwah berperan dalam membangun kebersamaan dalam komunitas orang beriman yang hidup
dan yang telah meninggal. Dalam masyarakat, hari ini menjadi kesempatan bagi
keluarga untuk berkumpul, berdoa, dan melakukan ritus-ritus tertentu, seperti
menyalakan lilin di makam, menaburkan bunga, yang menunjukkan solidaritas persekutuan
atas mereka yang telah meninggal dunia. Hari khusus ini dapat juga dilihat
sebagai suatu hari penghubung antara generasi, karena mendoakan para leluhur yang
telah tiada dan mengingatkan kembali nilai-nilai keluarga yang dulu juga semasa
hidupnya mereka perjuangkan.
Sosiolog Emile
Durkheim melihat ritual kematian sebagai upaya masyarakat untuk mempertahankan
kohesi sosial melalui praktik berkabung dan penghormatan. Dalam konteks ini,
hari arwah mengokohkan rasa persaudaraan universal yang melampaui batas ruang dunia
dan akhirat. Selain itu, praktik ini memperkuat keyakinan bahwa kematian bukan
akhir dari keberadaan manusia, tetapi merupakan transisi menuju suatu hidup yng
baru, yang disebut sebagai hidup kekal.
Ritual pada hari
khusus ini juga menyimbolkan kebudayaan universal dalam menghormati orang yang
telah meninggal. Di berbagai budaya, terdapat bentuk peringatan dan pemujaan
arwah, dan hari arwah dalam tradisi Gereja merefleksikan kecenderungan manusia
untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan alam arwah. Antropolog seperti
Robert Hertz menyatakan bahwa penguburan dan ritus kematian bukan hanya untuk
orang yang meninggal, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan emosional dan
spiritual mereka yang hidup (terutama keluarganya).
Perspektif
Biblis-Dogmatik
Doa untuk orang
yang telah meninggal memiliki dasar yang sangat kuat dalam Kitab Suci. Dalam
Kitab 2 Makabe 12:46, Yudas Makabe memerintahkan umat untuk mendoakan para tentara
yang gugur agar dosa-dosa mereka diampuni. Gereja memahami ayat ini sebagai
dukungan biblis atas doa bagi jiwa yang telah meninggal dan memperkuat ajaran
tentang persekutuan orang kudus.
Dalam Perjanjian
Baru, Yesus mengajarkan tentang pentingnya kasih dan belas kasih, yang meluas
hingga pada mereka yang telah meninggal. Melalui ajaran kasih, umat merasa
perlu untuk berdoa bagi keselamatan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal,
mempercayakan mereka kepada belas kasih Tuhan. Selain itu, perumpamaan tentang
penghakiman terakhir dalam Matius 25 menunjukkan bahwa setiap jiwa akan
menerima penghakiman, tetapi Gereja mengajarkan bahwa doa dari umat hidup dapat
membantu proses penyucian mereka yang meninggal.
Persekutuan orang
kudus (communio sanctorum) menjadi landasan teologis dari hari arwah. Dogma ini
mengajarkan bahwa seluruh umat, baik yang masih hidup maupun yang telah
meninggal, berada dalam satu kesatuan tubuh mistik Kristus. Oleh karena itu,
orang yang masih hidup memiliki kewajiban untuk berdoa bagi jiwa-jiwa di api
penyucian, membantu mereka memperoleh penyucian hingga dipersatukan dengan dengan
Kristus yang telah menderita, wafat dan bangkit kembali.
Pengajaran Gereja
tentang api penyucian dan doa untuk arwah didasarkan pada keyakinan bahwa
sebagian besar umat membutuhkan proses penyucian sebelum memasuki kemuliaan
surgawi. Doa, misa, dan karya amal yang dipersembahkan atas nama mereka
diyakini dapat meringankan penderitaan mereka dan mempercepat penyatuan dengan
Tuhan. Dasar ini tercermin dalam ajaran Konsili Trente yang menegaskan
pentingnya berdoa bagi jiwa-jiwa di api penyucian dan peran Gereja sebagai
pengantara bagi mereka.
Secara teologis, hari
arwah adalah wujud nyata dari kasih dan belas kasih Gereja terhadap para arwah
yang telah mendahului kita. Gereja percaya pada proses penyucian yang dialami
jiwa-jiwa dalam api penyucian dan bahwa doa orang hidup dapat menolong mereka.
Dalam Kitab Suci, terutama dalam 2 Makabe 12:46, disebutkan bahwa doa bagi
orang mati adalah suatu tindakan yang baik dan saleh.
Peringatan arwah
juga mencerminkan keyakinan teologis Gereja akan adanya akhirat dan kehidupan
kekal. Konsep ini mengarahkan umat untuk hidup suci, memperhatikan keselamatan
jiwa, dan berfokus pada hidup kekal. Gereja menekankan bahwa, meskipun jiwa
telah meninggal, mereka tetap merupakan bagian dari Gereja, yaitu Gereja yang
masih berziarah di dunia, yang menderita di api penyucian, dan yang berbahagia
di surga. Oleh karena itu, hari arwah merperkuat keyakinan akan persekutuan
seluruh Gereja, yang bersatu dalam Kristus.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini