Di pintu-pintu Gereja pada umumnya diletakkan tempat air suci (walaupun di gereja-gereja stasi yang kecil tidak tersedia). Bejana air suci di pintu masuk gereja tersebut bukan sebagai tempat membasuh tangan, tetapi lebih kepada makna simbolis akan kehidupan, penyucian, pertobatan dan kelahiran kembali.
Saat
masuk ke dalam gedung gereja, umat mengambil air suci dengan ujung jari,
kemudian membuat tanda salib. Tata gerak ini merupakan praktik devosional
popular yang sangat mendukung penghayatan hidup beriman.
Devosi
berarti sikap hati dan perwujudan cinta bakti, pengorbanan, penyerahan,
kesalehan, dan kebaktian kepada seseorang atau sesuatu yang dihormati dan
dicintai. Istilah devosi berasal dari bahasa Latin devotio yang berasal dari
kata kerja devovere.
Perlu
ditekankan bahwa hal ini bukan merupakan bagian yang integral dalam liturgi
yang sifatnya konstitutif, melainkan bersifat fakultatif (bisa dilakukan, bisa
juga tidak); meskipun sangat baik dan sangat dianjurkan untuk dilakukan. Dengan
kata lain mengambil air kudus atau tidak saat memasuki Gereja tidak akan
mempengaruhi sah-tidaknya (halal-tidaknya) suatu perayaan yang akan diikuti.
Mencelupkan
jari dalam air suci kemudian membuat tanda salib bermakna untuk mengingatkan
kita akan pembaptisan yang telah kita terima, yang mempersatukan kita dengan
kematian dan kebangkitan Kristus serta menjadikan kita anak-anak Allah.
Sekaligus dengan melakukan itu kita memohon berkat dari Allah Tritunggal
Mahakudus. Selain itu ada juga keyakinan yang berpandangan bahwa tata gerak ini
merupakan ungkapan penyesalan atas dosa dan juga untuk mohon perlindungan dari
setan.
Maka secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindakan mengambil air suci sebelum memasuki gereja merupakan peringatan dan pembaruan pembaptisan kita. Juga, penggunaan air suci merupakan suatu penyegaran, yang membebaskan kita dari penindasan si jahat. Karena tentang air suci, St. Theresia dari Avila mengajarkan, “tidak ada suatu pun yang membuat roh-roh jahat lari tunggang langgang, tanpa memalingkan muka, kecuali air suci.”
Dalam
tradisi Ritus Romawi, umat melakukan tata gerak ini pada saat masuk ke dalam
gereja saja, dan tidak melakukan lagi saat meninggalkan gereja dengan
pertimbangan bahwa berkat saat masuk sama dengan berkat saat pulang, jadi gak
perlu diulang ulang. Selain itu alasan palig teknis adalah menghindari kemacetan
dan tabrakan di pintu Gereja.
Jadi
tidak salah bila kita tidak melakukannya saat meninggalkan gereja, karena
memang begitulah kebiasaan dalam Gereja Katolik Ritus Romawi di seluruh dunia
(Neh semel bis). Meskipun begitu, tidak juga ada larangan bagi umat yang tetap
ingin melakukannya.
0 komentar:
Posting Komentar
Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini