DEBU ADALAH DEBU: RENUNGAN ATAS KEMATIAN


Hari ini saya bersama rekan-rekan guru mengunjungi keluarga siswa kami yang telah meninggal dunia. Berita tentang kepulangan siswa kami ini sungguh menyentuh hati. Betapa tidak, siswa ini tinggal menghitung jam saja untuk menyelesaikan seluruh asesmen sekolah, dan sesudah itu tinggal menunggu pengumuman lulus atau tidak lulus. Namun apa hendak dikata, kehidupan manusia tidak dapat ditentukan oleh siapapun, kecuali sang Pemberi hidup itu sendiri.

Meskipun dalam suasana duka mendalam dari keluarganya dan juga keluarga besar sekolah kami, sebagai seorang beriman Kristiani harus tetap merefleksikan semua peristiwa kehidupan kita dalam terang Firman Tuhan. Kali ini kita hendak mendasarkan refleksi ini pada pericope Kitab Pengkhotbah yang mengatakan:

1Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!", 2 sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan, 3 pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, 4 dan pintu-pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan suara menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi perempuan tunduk, 5 juga orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon badam berbunga, belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat dibangkitkan lagi -- karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan, 6 sebelum rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur, 7 dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya. 8 Kesia-siaan atas kesia-siaan, kata Pengkhotbah, segala sesuatu adalah sia-sia. (Pkh. 12:1-8)

Hampir semua orang tidak ingin mati. Jangan mati, sakitpun dihindari; jangankan mati, tua pun ditolak. Hal itu bisa kita saksikan betapa banyak orang yang sudah memutih rambutnya berusaha agar hitam kembali, orang yang sudah mulai keriput karena faktor usia berusaha agar terlihat lebih muda dengan menggunakan berbagai produk kecantikan mulai dari yang herbal sampai dengan operasi pastik. Satu tujuannya agar tidak tua. Pada prinsipnya manusia senantiasa berusaha mempertahankan hidup yang telah ia terima dari sang Pencipta; oleh karenanya membunuh diri sendiri atau orang lain merupakan dosa yang sangat berat, dan mungkin hanya belas kasih Tuhanlah yang memapu mengampuninya.

Kendatipun harus juga diakui bahwa banyak orang yang berani mati, misalnya dengan terus menerus merokok, padahal jelas tertulis, “merokok membunuhmu”. Namun cukup banyak juga yang bernyali, mungkin dalam kasus ini, mereka-mereka yang “berani mati” itu dikecualikan untuk sementara.

Walaupun segala upaya dilakukan oleh manusia untuk mempertahankan atau menambah hidupnya, ternyata manusia tetap harus tunduk pada hukum yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri, yakni “debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (ayat 7).

Tampaknya hukum-hukum alam merupakan Firman Tuhan yang tidak dibahasakan melalui tulisan atau kata-kata, tetapi dengan sebuah realitas yang ingin mengatakan keterbatasan dan kefanaan segala sesuatu, termasuk manusia. Maka pada akhirnya bisa dimengerti mengapa Pengkhotbah mengucapkan itu dalam gaya sinisme dengan mengatakan bahwa semua adalah sia-sia. Itu bermaksud bahwa segala sesuatu akan berakhir pada waktu yang ditetapkan oleh Pencipta sendiri. Fakta ini merupakan bahasa Tuhan yang sungguh nyata.

Dan memang Pengkhotbah sungguh benar bahwa semua akan kembali pada asalnya debu kembali kepada debu. Hal itu kita ketahui dari ilmu pengetahuan modern, sebagaimana misalnya ditemukan bahwa di alam semesta ini ada 118 unsur (yang disusun berdasarkan atom dan konvergensi elektornnya) beserta pengklasifikasian berdasarkan wududnya ada gas, cair padat, dsb. Artinya ketika seseorang meninggal seluruh tubuhnya akan terurai kembali dalam unsur-unsur pembentuknya tadi.

Oleh karena itu, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus menerima itu dengan kerelaan hati. Meskipun secara manusiawi kita orangtua dan keluarga bersedih dan menangis. Ini reaksi yang wajar sebagai manusia. Apalagi menurut pandangan orang Nias yang mengatakan, do mbawa gana’a do dödö nono, yang kurang lebih berarti bahwa hart aitu adalah darah yang memberi warna di wajah, namun seorang anak merupakan adalah darah dari jantung orangtuanya. Maka apapun sesungguhnya akan dilakukan oleh orangtua untuk anak-anaknya. Maka kalau seorang anak meninggal maka orangtuanya sangat sangat wajar bila bersedih.

Kendatipun demikian, sebagai seorang beriman Kristiani, kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Mengapa? Karena ketika kita dibaptis, kita telah mati bersama Kristus dan kita percaya bahwa akan bangkit bersama Kristus. Kebetulan masa ini masa Paskah, maka kita tidak boleh ragu bahwa orang yang meninggal dalam iman akan Kristus akan bangkit bersama dengan Dia dalam kehidupan abadi.

Namun bagaimana itu bisa terjadi? Pertanyaan ini telah ditanyakan kepada rasul Paulus oleh jemaat Korintus. Maka Paulus menjawab, dengan sedikit marah, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, mengatakan: “Tetapi mungkin ada orang yang bertanya: "Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?" Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu. Dan yang engkau taburkan bukanlah tubuh tanaman yang akan tumbuh, tetapi biji yang tidak berkulit, umpamanya biji gandum atau biji lain. Tetapi Allah memberikan kepadanya suatu tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya: Ia memberikan kepada tiap-tiap biji tubuhnya sendiri. (1Kor 15:35-38).

Berarti inilah iman kita, inilah garansi kehidupan kita sebagai orang yang percaya kepada Kristus. Semoga dengan jaminan ini, kita dapat menerima peristiwa ini dalam kaca mata iman kita, sehingga tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Semoga Roh Kudus menghibur kita. Amin 

0 komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentar atau pertanyaan Anda disini