... di antara mereka ...

Mereka tidak perlu engkau ajari dengan ilmu yang engkau miliki, tetapi dampingilah mereka untuk menjadi apa yang mereka inginkan.

Walking together

Takdir menuntun kita ke jalan berliku dan membawa kita ke tempat yang asing. Yang perlu kau lakukan adalah mengenalinya. Zaman kompetisi sudah berlalu, kini eranya kolaborasi

Poker Face

Jangan pernah memberikan kepuasan kepada orang lain dengan membiarkan mereka mengetahui bahwa mereka telah berhasil melukai anda!

Long life Education

Nemo dat quod non habet - Tidak ada seorang pun dapat memberikan apa yang ia sendiri tidak miliki. So ... belajarlah sampai akhir!

Two in One

Dialog dan komunikasi yang baik akan membawa kita pada sebuah tujuan yang dicitakan.

Family is the core of life

Keluarga adalah harta yang paling berharga. Pergilah sejauh mungkin, namun pulanglah untuk keluarga!

The most wonderful and greatest gift

Anak-anakmu adalah anugerah terindah dan terbesar dalam hidupmu, tetapi mereka bukanlah milikmu!

The nice of brotherhood

Saudaramu adalah orang selalu siap melindungimu, meskipun baru saja engkau ingin memakannya. Satu alasan: karena engkaulah saudaranya.

Happiness is Simple

Bahagia itu sederhana: Pergilah bersamanya, nikmati alam dan pulanglah dalam sukacita!

Sendiri itu perlu

Sesekali ambil waktumu untuk diri sendiri: lihatlah ke kedalaman dan engkau tahu betapa banyak keburukanmu!

TPE: SIKAP MEMBUNGKUK

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Minggu lalu kita sudah berbicara tentang sikap berlutut, menebah dada dan menundukkan kepala. Hari ini kita berbicara khusus membungkuk.

Telah disampaikan minggu lalu bahwa Liturgi Gereja Katolik bukan hanya soal doa atau kata-kata yang diucapkan, tetapi juga melibatkan tubuh kita sebagai bentuk ungkapan iman. Sikap tubuh dalam liturgi mengungkapkan hati dan jiwa yang berdoa.

Sikap membungkuk merupakan tanda penghormatan, penyerahan diri, dan kerendahan hati di hadapan Allah atau terhadap hal-hal suci. Cara melakukannya juga kita harus lakukan dengan hikmat, tidak terburu-buru, namun kita lakukan dengan kesadaran dan penghayatan penuh. Sepeprti dikatakan oleh Paus Benediktus XVI, “Gerakan tubuh dalam liturgi bukanlah hiasan luar, melainkan bagian dari dialog kasih antara Allah dan umat-Nya.” - The Spirit of the Liturgy, Joseph Ratzinger (Ignatius Press, 2000)

Oleh karena itu sikap membungkuk ini kita lakukan pada momen berikut ini:

  • ketika mengucapkan "Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia" (untuk Syahadat Nikea), atau "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria" (untuk Syahadat Para Rasul).
  • ketika Imam berlutut sesudah konsekrasi, dilakukan oleh mereka yang tidak berlutut pada saat konsekrasi.

Selain itu kita juga membungkukkan badan ketika kita menghadap altar atau tabernakel, dimana Sakramen Mahakudus ditakhtakan. Melalui sikap ini, kita diajak untuk mengakui kehadiran Allah yang kudus, menyerahkan diri kepada-Nya, dan menyatu dalam misteri suci yang dirayakan Gereja.

SIKAP BERLUTUT, MENEBAH DADA, DAN MENUNDUK

Tentang sikap yang seragam dalam perayaan liturgi resmi Gereja, sering dipertanyakan mengapa itu penting? Jawabannya adalah agar seluruh umat yang merayakan liturgi dengan sikap yang sama dapat pula membangun sikap batin yang sama. Sebagaimana dalam Konstitusi Liturgi Nomor 30 dan juga dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) nomor 42 dikatakan: “Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula”.

Liturgi Gereja Katolik bukan hanya soal doa atau kata-kata yang diucapkan, tetapi juga melibatkan tubuh kita sebagai bentuk ungkapan iman. Sikap tubuh dalam liturgi mengungkapkan hati dan jiwa yang berdoa. Tiga sikap ini, - berlutut, menebah dada, dan menunduk, - memiliki makna tersendiri. Bunda Gereja mengajarkan bahwa melalui tubuh, jiwa kita ikut mengungkapkan hormat, tobat, dan kerendahan hati di hadapan Allah.

Sikap Berlutut

Makna: Berlutut adalah sikap penghormatan, penyembahan, dan kerendahan hati di hadapan Tuhan atau ungkapan penyerahan diri total kepada Allah.

Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) 2703 dikatakan, “Dalam liturgi, hidup batin menyatakan dirinya melalui tanda-tanda, gerakan, dan sikap tubuh.” Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi mengatakan, Sebab ada tertulis: Demi nama Yesus, bertekuk lututlah segala yang ada di langit dan di atas bumi dan di bawah bumi” (Flp 2:10). Berarti berlutut itu adalah sutu sikap penyembahan.

Dalam liturgi khususnya dalam perayaan Ekaristi, umat berlutut ketika:

  • menyatakan Tobat, sebagai tanda tobat dan penyesalan serta sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.
  • mengucapkan "... Ia dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia (untuk Syahadat Nikea), atau "yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria" (untuk Syahadat Para Rasul), khusus pada Hari Raya Kabar Sukacita (25 Maret) dan pada Hari Raya Natal.
  • pada saat konsekrasi dalam Doa Syukur Agung, atau sejak sesudah Kudus sampai akhir Doa Syukur Agung.
  • mempersiapkan diri pada waktu sebelum menerima komuni, dan meresapkan kehadiran Tuhan Yesus di dalam hati pada waktu sesudah komuni, sebagai sikap sembah sujud untuk hormat kepada Allah.

Menebah Dada

Menebah dada adalah tanda penyesalan dan pengakuan dosa pribadi. Dengan ini menyatakan bahwa kita sadar akan kelemahan dan membutuhkan belas kasih Allah.

KGK 1431, mengatakan, “Pertobatan batin adalah suatu dinamika ‘hati yang remuk redam’” (bdk. Mzm 51:19). Juga kita ingat si pemungut cukai dalam Injil: “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia menebah dadanya dan berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini’” (Luk 18:13). Maka sikap ini kita lakukan ketika mengucapkan kata-kata "... saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa ..." pada pernyataan Doa Tobat Saya Mengaku (Ritus Pembuka.

Menundukkan kepala

Menunduk adalah sikap hormat dan sembah sujud. Ini adalah tanda kerendahan diri dan penghormatan terhadap kehadiran Allah. Sikap ini kita lakukan pada saat menerima berkat sebagai tanda kesediaan dan kerendahan hati.

Jadi melalui sikap tubuh, kita menyelaraskan batin dan raga dalam Liturgi, Gereja mengajarkan bahwa liturgi adalah tindakan umat Allah secara keseluruhan: jiwa, pikiran, dan tubuh. Maka, setiap gerakan - sekecil apa pun - memiliki makna dan harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan hormat.